JAKARTA, GRESNEWS.COM - Konflik internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membuat dua partai ini terbentur dengan syarat keikutsertaan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2015 yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Peraturan KPU itu mensyaratkan kepengurusan parpol yang masih bersengketa di pengadilan akan ditolak keikutsertaannya dalam pilkada serentak kecuali ada islah atau putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat atau inkracht.

"Itu sudah tepat agar tidak menjadi persoalan berkepanjangan dalam tahapan pilkada," kata Pengamat Hukum Tata Negara Brawijaya Malang Dr. Muhammad Ali Syafaat kepada Gresnews.com, Rabu (6/5).

Selain mengantisipasi akan terganggunya tahapan pilkada serentak, Peraturan KPU itu lanjut Ali, sekaligus "memaksa" partai-patai politik yang berkonflik untuk melakukan islah. Sebab disebutkan, kepengurusan partai yang memenuhi syarat mengajukan calon pada pilkada adalah kepengurusan partai yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Dalam hal terjadi proses sengketa terhadap keputusan Menkumham yang telah meregistrasi dan memutuskan satu kepengurusan parpol, KPU hanya akan berpedoman pada keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Selanjutnya, apabila proses peradilan masih berjalan dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka parpol diberi kesempatan untuk melakukan kesepakatan perdamaian atau islah.

Hasil islah atau berdamai tetap harus didaftarkan di Kemenkumham sebelum tahapan pendaftaran calon kepala dan wakil kepala daerah pada 26-28 Juli 2015. "PKPU itu sekaligus memaksa partai untuk islah setidaknya untuk kepentingan pilkada," terang Ali.

Sesuai Peraturan KPU maka kedua partai tidak akan bisa ikut Pilkada 2015 jika islah atau putusan berkekuatan hukum tetap belum keluar hingga pendaftaran ditutup. Hal ini berbeda dengan apa yang direkomendasikan Panitia Kerja (Panja) Pilkada Komisi II DPR.

Panja meminta kepada KPU, mensyaratkan apabila hingga pendaftaran peserta pilkada pada 26-28 Juli berakhir dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka partai yang sedang bersengketa dapat menggunakan putusan pengadilan terakhir pada saat itu.

Namun rekomendasi itu ditolak KPU yang dibalas Panja dengan mewacanakan akan merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) untuk mengubah ketentuan pencalonan.

Menyikapi hal itu, Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Agung Laksono mengatakan, langkah Panja tersebut selain berpotensi mengganggu jadwal Pilkada yang sudah dekat, juga tidak memiliki urgensi.

"Saya kira undang-undang itu belum lama diperbaiki. Jangan hanya karena kepentingan sesaat atau kelompok tertentu, tiba-tiba harus diubah lagi," kata Agung di kantor DPP Golkar, Jalan Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (6/5).

Menurut Agung, apa yang ada saat ini sudah jauh lebih baik, apalagi wacana revisi hanya dikaitankan dengan agenda pilkada serentak. Sementara KPU, menurut dia, sudah berada wilayah dan ranahya saat membuat PKPU. "Kita harus menjaga indenpendensi KPU. Usulan-usulan Dewan dikhwatirkan bisa menimbulkan instabilitas dalam negeri," tegasnya.

BACA JUGA: