JAKARTA,GRESNEWS.COM - Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah bergulir sejak dua tahun lalu. Jalan berliku telah dilampaui untuk mewujudkan SJSN, hampir 56 kali beleid SJSN mengalami revisi dan tarik ulur hingga akhirnya di 2014 lalu mulai berjalan secara bertahap.

Waktu dua tahun jelas belum cukup menjadikan program SJSN ini sempurna. Memang banyak manfaat yang diperoleh bagi masyarakat tak mampu yang terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI), mereka tak lagi cemas bila mendapati dirinya sakit berat. Namun bagi peserta lainnya yang membayar iuran merasa layanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dianggap kurang memuaskan.

Dewan Jaminan Sosial Nasional ( DJSN) mempersilahkan bagi masyarakat peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan dan BPJS Pekerja untuk melaporkan langsung keluhan apapun terkait pelayanan di pihak rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

"Kami bukan hanya mengawasi BPJS tapi juga menerima keluhan atau laporan bagi peserta BPJS yang tidak mendapatkan pelayanan dengan baik," kata anggota DJSN Ahmad Ansyori kepada gresnews.com saat ditemui dikantor DJSN di Jakarta, Senin (14/3).

Ia menjelaskan masih minimnya pengetahuan masyarakat atau peserta BPJS baik dari BPJS Kesehatan dan Pekerja yang tidak mengetahui tugas dan fungsi DJSN membuat laporan keluhan ke DJSN rendah. Padahal cukup banyak permasalahan layanan dari BPJS namun peserta BPJS tidak tahu kemana harus melaporkan.

"Kami berupaya untuk terus melakukan sosialisasi ke masyarakat," jelasnya.

Menurut Ahmad proses laporan pengaduan selalu ditindaklanjuti secepatnya hingga permasalahan tersebut rampung. Selain itu, pihaknya menerima laporan dengan secara langsung datang ke kantor DJSN lantai 4 atau melalui online dengan cara via telepon yang sudah ada di website DJSN.

"Kami akan dengan cepat menyikapi pengaduan yang masuk agar diproses,sehingga peserta BPJS langsung mendapatkan kepastian laporannya," ungkapnya.

Seperti diketahui, kedudukan dan peranan DJSN dalam penyelengaraan SJSN diantaranya, pertama DJSN adalah organ SJSN yang berfungsi membantu presiden merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. Kedua kedudukan DJSN dalam sistem pemerintah Indonesia adalah sebagai lembaga negara penunjang (state auxiliary organ) dilingkungan eksekutif yang dibentuk dengan undang-undang .

Ketiga DJSN bertanggung jawab kepada presiden, ketua dan anggota DJSN diangkat dan diberhentikan preiden. Ketua DJSN ditentukan berasal dari unsur tripati plus yaitu unsur pemerintah, organisasi pemberi kerja, organisasi pekerja dan tokoh yang memahami bidang jaminan sosial.

Keempat tugas DJSN mencakup pengkajian dan penelitian, mengusulkan investasi dana, jaminan sosial nasional serta mengusulkan anggaran bagi penerima bantuan iuran (PBI) dan tersedianya anggaran operasional dari pemerintah. Kelima DJSN berwenang melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial. Keenam melaksanakan tugas DJSN dapat meminta masukan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.

TANTANGAN DAN HAMBATAN - Kepala Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan Togar Siallagan menjelaskan munculnya keluhan adanya penolakan peserta pada rumah sakit tertentu karena jumlah fasilitas kesehatan yang bekerjasama masih terbatas. "Namun kami terus tingkatkan kerjasama dengan rumah sakit, terutama dengan rumah sakit pemerintah," katanya saat diskusi editor meeting "Mengupas 2 Tahun Program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Indonesia pada Kamis (10/3).

Ia menjelaskan ada kecenderungan peningkatan jumlah rumah sakit baik swasta maupun pemerintah yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Bila pada April 2015 lalu jumlah rumah sakit swasta mencapai 834 maka pada Januari 2016 meningkat menjadi 873. Sementara untuk rumah sakit pemerintah pada April 2015 mencapai 920 dan pada Januari 2016 menjadi 966.

Togar memaparkan setidaknya ada lima permasalahan BPJS Kesehatan kesulitan menambah lebih banyak lagi kerjasama dengan rumah sakit. Pertama, tidak semua dokter memiliki Surat Izin Praktek, bahkan ada pula yang SIP-nya tidak berlaku. Kedua, tidak semua rumah sakit memiliki izin operasional yang berlaku. Ketiga, tidak semua rumah sakit memilik sertifikat akreditasi. Keempat, belum terpenuhinya standar kriteria rumah sakit sesuai regulasi yang berlaku dan terakhir belum optimalnya pelaksaan pelayanan rujukan berjenjang.

"Kaitan semuanya pada kendali mutu. Tentu bila ada rumah sakit yang memberikan layanan buruk kami tegur dan beri sanksi," ujarnya.

Ia menjelaskan kendati terhadang masalah tersebut, BPJS Kesehatan berupaya terus meningkatkan jumlah kerjasama rumah sakit. Secara bertahap memenuhi target rasio rumah sakit. Yakni peserta mendekati perbandingan satu fasilitas kesehatan berbanding 50 ribu peserta. Tujuannya untuk mengurangi over kapasitas fasilitas kesehatan dan kekurangan tenaga kesehatan.

Langkah lainnya untuk meningkatkan kerjasama dengan rumah sakit adalah dengan memenuhi standar akreditasi dan kredensialing. BPJS Kesehatan menargetkan 80 persen dari rumah sakit yang terdaftar di Kementerian Kesehatan telah bekerja sama.

BACA JUGA: