JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pasca pertemuan empat mata antara presiden terpilih Pilpres 2014 Joko Widodo dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Hotel Lagoon Nusa Dua, Bali, Rabu (27/8) malam, SBY dipastikan tidak akan menaikan harga BBM hingga masa jabatannya berakhir. Akibatnya, Jokowi harus berpikir keras untuk menyiasati hal tersebut diawal pemerintahnnya nanti.

Sebab, ia merasa anggaran subsidi energi ditambah harus membayar utang luar negeri sangat membebani APBN 2015. Menyikapi hal itu, tim transisi, telah melakukan kajian-kajian agar alokasi subsidi energi dalam RAPBN 2015 tidak menghalangi implementasi program kerakyatan yang akan digulirkan Jokowi-JK.

Salah satu opsinya, tidak akan menaikkan BBM di triwulan pertama pemerintahan Jokowi-JK. "Tim transisi sudah melakukan hitung-hitungan dengan banyak opsi. Salah satunya tidak akan menaikkan BBM minimal di triwulan pertama pemerintahan Jokowi-JK," kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, usai mengikuti sidang uji materi UU MD3 di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (28/8).

Namun, kata Cahyo, opsi ini adalah pilihan terakhir dari beberapa opsi yang masih dianalisa tim transisi. Mestinya, kata Cahyo, kenaikan BBM itu dilakukan saat ini oleh pemerintahan SBY karena kebutuhannya sudah sangat mendesak.

Terbukti dengan terjadinya antrian di sejumlah SPBU kareana pembatasan pasokan BBM bersubsidi. "Makanya kami mempertanyakan kenapa kami diberi ruang fiskal yang sempit pada saat SBY menyampaikan pidato di DPR," jelasnya.

Kalau saja, diberikan ruang fiskal yang lebih luas, lanjut Tjahjo, beberapa program Jokowi-JK masih bisa digulirkan diawal-awal pemerintahan Jokowi- JK nanti. Meski demikian, Cahyo berharap masih ada waktu untuk memperluas ruang fiskal tersebut dalam pembahasan RAPBN dan perubahan APBN di awal 2015.

Seperti diketahui, ruang fiskal yang ada di Rancangan Angaran dan Penerimaan Negara (RAPBN) 2015untuk pemerintahan baru tanpa menaikkan BBM hanya Rp20 triliun. Sehingga ruang fiskal itu tak cukup bagi pemerintahan baru untuk bergerak menjalankan program-programnya.

Hanya saja sikap PDIP yang cenderung menyalahkan SBY soal kenaikan BBM bersubsidi ini dinilai tidak adil. Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari fraksi PAN Taslim Chaniago mengatakan, ihwal keengganan SBY menaikkan BBM saat ini sebenarnya merupakan kesalahan PDIP sendiri. "Keinginan itu tak beralasan karena sebelumnya PDIP sendiri menolak keras kenaikan BBM yang direncanakan SBY," katanya di Gedung DPR-RI, Jakarta, Rabu (27/8) kemarin.

PDIP, kata Taslim, terkesan ingin cuci tangan dan tidak ingin disalahkan jika nantinya Jokowi-JK terpaksa menaikkan harga BBM bersubsidi. Ia menilai kalau sebelumnya BBM dinaikkan, PDIP tidak perlu memperdebatkannya kembali saat ini.

"Makanya sekarang bisa saja pemerintah menaikkan BBM tapi harus ada kompensasinya untuk masyarakat miskin. Seperti bantuan tunai atau lainnya. Jangan sampai BBM naik masyarakat miskin makin sulit, pemerintah mendatang pasti juga akan kesulitan," katanya.

BACA JUGA: