JAKARTA, GRESNEWS.COM - Walaupun terus dilanda badai, tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan perkara kasus korupsi yang ditangani masih terus berjalan. Salah satu kasus besar yang masih diselidiki lembaga anti rasuah ini seperti Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto kepada wartawan di Kantornya, Jalan HR Rasuna Said Kavling C1 Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (28/1) dini hari. "Saat ini prosesnya masih berjalan," kata Bambang.

Pernyataan Bambang ini tentu menjadi peluang beberapa tokoh dalam kasus ini akan dijerat pihak penyidik. Seperti pengusaha Sjamsul Nursalim, Bob Hasan, hingga Menteri BUMN Rini Soemarno yang ketika itu menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Bahkan tak menutup kemungkinan KPK juga bisa menjerat Megawati Soekarnoputri yang ketika itu menjadi Presiden RI.

Bambang pun menegaskan, hingga saat ini pihaknya sama sekali tidak berencana menghentikan kasus ini walaupun masih berada di tingkat penyelidikan. Prosesnya masih panjang. "Belum sampai putus akhir, sekarang masih berjalan," tandasnya.

Namun saat ditanya sejauh mana kelanjutan kasus SKL BLBI, mantan pengacara ini mengaku belum mengetahuinya. Ia beralasan belum mendapat informasi terkini yang disampaikan penyidik. "Saya belum bisa membuat kesimpulan karena belum ada ekspose, penyidiknya belum memberi laporan," ujar Bambang.

Pendiri Indonesian Corruption Watch ini juga pernah mengatakan tidak kesulitan untuk memeriksa debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim jika keterangannya diperlukan. Pemeriksaan tersebut akan dilakukan terkait penyelidikan atas penerbitan surat keterangan lunas (SKL) beberapa obligor BLBI.

"Untuk menuntaskan kasus ini, kalau memeriksa kasus dia (Sjamsul), ya harus dipanggil kan. Cuma sekarang sih so far belum ada permohonan itu," ujar Bambang di Jakarta, Selasa (23/12).

Bambang mengatakan, hingga kini, ia belum mendapatkan informasi dari penyidik mengenai rencana pemanggilan Sjamsul. Apalagi, kata Bambang, kasus tersebut merupakan kasus lama yang hingga kini pengusutannya pun masih berjalan.

"Daripada lebih cepat manggil-manggil orang, lebih bagus kajiannya lebih dalam. Semua proses sedang jalan. Tapi bahwa kalau nanti ujungnya harus manggil seseorang, kita akan lakukan," kata Bambang.

Sebelumnya, aktivis Adhie M Massardi menduga kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi berkaitan dengan penyelidikan kasus Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Penerbitan SKL BLBI ditandatangi oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai presiden.

"Ini ada dugaan berhubungan dengan makin intensifnya KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, mengenai masalah SKL BLBI yang ditandatangani oleh Megawati," ujar Adhie dalam diskusi di Jakarta, Minggu (25/1).

Mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid ini mengkaitkan dengan kasus penangkapan dua pimpinan KPK sebelumnya, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, yang diduga berkaitan dengan penanganan kasus Bank Century. Ia menganggap, upaya pelemahan KPK kali ini sama dengan kasus terdahulu.

"Mungkin ada hubungannya dengan skandal Bank Century. Ada kecenderungan bahwa KPK dikhawatirkan masuk ke Ibu Mega. Kita bisa bayangkan, kalau dipanggil kemudian jadi tersangka, Indonesia akan heboh luar biasa," kata Adhie.

Adhie menilai, ada yang menganggap pidana yang menjerat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan pelaporan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja ke Bareskrim merupakan salah satu upaya untuk meredam penyelidikan SKL BLBI.

"Tentu saja ini harus dibuktikan karena itu pentingnya tim pencari fakta itu untuk ini. Sekarang kan rumornya justru PDI Perjuangan yang against (melawan) KPK menggunakan Istana dan polisi juga untuk menyerang KPK," ujar Adhie.

SKL dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri yang adalah Ketua Umum PDI Perjuangan. Berdasarkan inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah. Padahal, Inpres No 8/2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum, seperti UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Para Penerima SKL BLBI berdasarkan Penandatangan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) diantaranya adalah Anthony Salim dari Salim Grup (Bank Central Asia / BCA). Nilainya mencapai Rp 52,727 triliun. Surat Keterangan Lunas (SKL) terbit Maret 2004.

Ada juga Sjamsul Nursalim dari Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI. Nilainya Rp 27,4 triliun. Surat lunas terbit pada April 2004. Aset yang diserahkan di antaranya PT Dipasena (laku Rp 2,3 triliun), GT Petrochem dan GT Tire (laku Rp 1,83 triliun). Kejaksaan Agung menghadiahinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Ada juga Mohammad ´Bob´ Hasan dari Bank Umum Nasional. Nilainya Rp 5,34 triliun. Bos Grup Nusamba ini menyerahkan 31 aset dalam perusahaan, terrmasuk 14,5% saham di PT Tugu Pratama Indonesia. Ada juga Sudwikatmono dari Bank Surya. Nilainya Rp 1,9 triliun, SKL terbit akhir 2003. Ibrahim Risjad (Bank Risjad Salim Internasional) Rp 664 miliar, SKL terbit akhir 2003.

Sebelumnya KPK menyatakan masih membutuhkan keterangan sejumlah pihak terkait penyelidikan dugaan korupsi ini. Sebab, KPK menemukan sejumlah masalah dalam penerbitan SKL. Salah satunya, terkait ketidaksesuaian antara jaminan yang diberikan obligor kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Namun, BPPN tetap memberikan SKL kepada obligor.

BACA JUGA: