JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ditengah persaingan tiga partai berebut kawan koalisi.  Partai Gerinda dinilai lebih memiliki peluang menggaet partai berbasis massa Islam. Dibanding dua partai pesaingnya, PDI Perjuangan maupun Partai Golkar. "Ada tiga faktor yang membuat peluang Partai Gerindra didukung partai-partai Islam lebih besar dari pada dua poros koalisi lainnya," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) Umar S Bakry.

Pertama, secara ideologis platform Partai Gerindra lebih bisa diterima bahkan didukung oleh partai-partai Islam. Partai Gerindra yang menonjolkan nasionalisme dan anti dominasi asing serta lebih mendengar aspirasi sebagian besar konstituen partai-partai berbasis massa Islam, akan lebih memikat partai-partai Islam.

Kedua, secara historis tidak pernah ada friksi antara partai-partai berbasis massa Islam dengan Prabowo maupun dengan Partai Gerindra. Bahkan saat masih aktif di dinas Kemiliteran, Prabowo dikenal sebagai sosok perwira yang membela kepentingan ormas-ormas Islam yang dimarjinalkan oleh rezim Orde Baru.

Ketiga, dia menilai sikap PDIP yang katanya tidak menghendaki koalisi transaksional secara tidak langsung menguntungkan posisi Partai Gerindra. Prabowo akan menjadi alternatif bagi partai-partai yang kecewa terhadap sikap Jokowi dan PDIP.

Menurutnya,  dari empat partai Islam yang kemungkinan lolos parliamentary threshold (PT), tampaknya hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang tidak akan berkoalisi dengan Partai Gerindra. Dia mengungkapkan ada dua penyebab mengapa peluang PKB bergabung dengan Partai Gerindra sangat kecil. Pertama, secara psikologis keberadaan Yenny Wahid dibelakang Prabowo Subianto akan menjadi penghambat bergabungnya PKB Muhaimin Iskandar dengan Partai Gerindra. Kedua, karena merasa menjadi partai terbesar di kalangan partai-partai berbasis massa Islam, PKB pasti mensyaratkan posisi Calon Wakil Presiden (cawapres) jika ditawari koalisi dengan Partai Gerindra. "Tuntutan ini (cawapres) belum tentu dikabulkan oleh Prabowo," kata Umar kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (21/4).

Bahkan Umar memperkirakan setidaknya Partai Gerindra akan memperoleh dukungan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk mengusung Prabowo sebagai calon presiden (capres). Jika PKS tidak terjebak sikap pragmatisme dan konsisten dengan isu-isu nasional yang mereka perjuangkan selama ini, hampir pasti PKS akan berkoalisi dengan Prabowo. "Secara platform dan ideologis banyak persamaan antara PKS dengan Partai Gerindra," kata Umar. Sedangkan PAN, menurut Umar,  akan sangat besar kemungkinan berkoalisi dengan Partai Gerindra apalagi jika benar Prabowo memilih Hatta Rajasa sebagai cawapresnya.

Selain itu, Umar memperkirakan Partai Demokrat berpeluang besar untuk bergabung dengan Partai Gerindra jika Dahlan Iskan atau Gita Wirjawan dipilih oleh Susilo Bambang Yudhoyono menjadi cawapres. Namun jika SBY memilih Pramono Edhie Wibowo sebagai Cawapres maka pilihan koalisi Partai Demokrat adalah Partai Golkar.

Lalu kemana arah koalisi partai-partai berbasis massa Islam ? Menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Nasional, Robi Nurhadi, potensi terbentuknya koalisi poros Islam mestinya kuat kalau mereka mau mempertimbangkan masa depan umat Islam ke depan. Dari figur capres kuat yang ada yaitu Prabowo dan Jokowi maka masa depan umat Islam belum jelas terakomodasi .

Menurutnya, ideologi yang terpersepsikan melekat pada Probowo dan Jokowi adalah sosialis, yakni memperkuat peran negara ke tingkat yang lebih besar. Jika Prabowo lebih memperbesar peran negara di bidang politik, keamanan dan sumberdaya alam. Sementara Jokowi ke arah memperkuat bidang ekonomi dan pelayanan umum.

Namun masalahnya, menurut Robi, kedua figur tersebut susah untuk dilepaskan dari kuatnya bayang-bayang konglomerat Tionghoa dan asing. Rivalisasi Prabowo dan Jokowi dalam tingkat global merupakan implementasi persaingan antara Barat dan konglomerat Cina pro Barat (di pihak Jokowi) dengan Timur dan konglomerat Cina lokal.

"Dengan peta seperti itu, kekuatan poros Islam akan mengalami kedilemaan, yakni maju bersama untuk sebuah idealisme tapi ketiadaan patron politik yang kuat atau berkoalisi dengan salah satu capres kuat," jelasnya, Sabtu (12/4).

Kalau bacaan peta tersebut sama dengan persepsi para elit parpol Islam, dan mereka mengesampingkan kepentingan pragmatis masing-masing kelompok maka mereka akan punya dua opsi kuat: pertama, membentuk Poros Islam Kebangsaan, gabungan parpol Islam plus Golkar atau Partai Demokrat atau Hanura. Atau kedua, berkoalisi dengan Prabowo. "Dua opsi tersebut sama-sama kuat," katanya.

Kalau Prabowo dan Jokowi sama-sama menjadi capres, maka Koalisi Islam Kebangsaan akan mendapatkan kemenangan minimalis. Tapi kalau gabung dengan Prabowo, bisa single majority.

BACA JUGA: