JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perdagangan manusia hingga kini masih kerap terjadi pada sebagian warga negara Indonesia (WNI). Bahkan, praktik "menjual" tenaga kerja ke luar negeri pun marak terjadi.

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), didefinisikan bahwa perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Indonesia adalah salah satu negara asal terbesar bagi korban perdagangan orang, baik bersifat domestik maupun lintas-batas. Mayoritas korban adalah perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan dipekerjakan sebagai buruh atau untuk eksploitasi seksual.  Perdagangan orang menuju dalam negeri juga semakin menjadi isu serius, dengan korban berasal dari negara-negara lain di Asia Tenggara atau berasal dari Amerika Selatan untuk bekerja dalam industri seks atau perikananan.

Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, dalam tiga tahun belakangan ini, tren Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dialami WNI meningkat tajam.  Berdasarkan data Kemlu, WNI yang kini tinggal di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara sekitar 80.000 orang dimana 72.000 diantaranya adalah pekerja informal. "Ada oknum tidak bertanggung jawab yang memperdagangkan WNI menggunakan visa turis," kata Iqbal dihubungi gresnews.com, Senin (14/9).

Selain alasan keterlibatan oknum, kata Iqbal, peningkatan perdagangan manusia ke negara di Timur Tengah dan Afrika disinyalir akibat mudahnya akses masuk dan keluar dari Indonesia ke negera tersebut. "Setiap hari dari bandara Indonesia ada sekitar tujuh penerbangan menuju ke negara tersebut diantaranya melalui layanan jasa yang ditawarkan maskapai Qatar Airways dan Etihad Arways," ucapnya.

Masalah itu membuat pemerintah bergerak melakukan kerjasama dengan pemerintah Uni Emirat Arab yang selama ini menjadi pintu masuk WNI maupun tenaga kerja ke wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Faktor lainnya, kata Iqbal, akibat penutupan jalur resmi oleh sebagian negara Timur Tengah karena alasan kejahatan transnasional, justru makin banyak sejumlah WNI yang kerap masuk dari jalur ilegal.

LANGKAH PENANGGULANGAN - Maraknya tren perdagangan manusia tentu membutuhkan langkah penanganan secara konkret pemerintah. Apalagi, Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi).

Dalam menegakan komitmennya, pemerintah secara bilateral sepakat menggandeng Uni Emirat Arab (UEA) sebagai mitra memerangi masalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kerjasama dengan pemerintah UEA berlandaskan beberapa alasan dimana negara tersebut dianggap cukup progresif dan memiliki persamaan padangan menangani masalah perdagangan manusia.

Selain itu, UAE dan Indonesia sama-sama telah meratifikasi Protokol Palermo sebagai hasil Konvensi PBB  tahun 2000 soal anti perdagangan manusia. Konvensi ini lahir sebagai persetujuan yang mewajibkan negara anggota mencegah, menekan, dan menghukum praktik human trafficking. "Itu beberapa alasan dibalik kerjasama Indonesia dan UEA terkait kasus perdagangan manusia," ujar Iqbal.

Sesuai keterangan yang diterima gresnews.com, Kemlu melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri UAE Sheikh Abdullah menandatangani MOU on Cooperation in Combating Trafficking in Persons and Protection of Victims of Trafficking.

MoU menyepakati kerja sama dalam bidang penegakan hukum untuk mencegah perdagangan orang melalui deteksi dini. Kemudian, investigasi dan penuntutan, perlindungan, rehabilitasi serta bantuan termasuk repatriasi kepada korban perdagangan orang. Pada poin penutup diupayakan peningkatan kapasitas dan langkah pencegahan.

DATA PERDAGANGAN MANUSIA - Walaupun Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012, namun tampaknya masalah perlindungan HAM belum tertangani.

Wakil Ketua Serikat Pekerja Luar Negeri Imam Syafi´i menyebut, tak sedikit Buruh Migran Indonesia (BMI) yang menjadi korban dari sindikat perdagangan orang. Ada berbagai alasan yang melatarbelakangi persoalan tersebut utamanya faktor ekonomi

Ia menjelaskan sesuai data kasus terlapor yang dikutip dari International Organization for Migratiin (IOM), pada periode Maret-Desember 2014, daerah Jawa Barat menempati urutan teratas dengan 2.151 orang korban perdagangan orang. Disusul Jawa Tengah dengan 909 orang dan Kalimantan Barat 732 orang.

"Sejak awal tahun 2015 hingga sekarang Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati urutan teratas kasus perdagangan orang," kata Imam.

Imam menjelaskan, para korban perdagangan orang perlu difasilitasi hak-haknya. Sebagaimana diatur, korban berhak mendapatkan restitusi atau ganti rugi yang diberikan oleh pelaku. "Restitusi diatur dalam Pasal 48 UU No.21 Tahun 2007 tentang PTPPO," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah perlu serius dalam menerapkan ketentuan dari UU PTPPO karena selama ini belum terlihat ketegasannya. Disebutkan, banyak korban perdagangan orang hanya dijadikan sebagai barang bukti oleh aparat penegak hukum, namun hak korban belum menjadi prioritas. "Hal terpenting bagaimana dapat mengembalikan kerugian korban baik materiil maupun imateriil," katanya.

INDONESIA SURGA PERDAGANGAN ORANG - Di Indonesia korban perdagangan orang mencapai 1 juta orang per tahun. Menurut Kepala Sekretariat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Pencegahan Orang (PP TPPO) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP dan PA) Sri Danti Anwar, setiap satu detik, pasti ada yang menjadi korban trafficking.

Menurut Danti, data PBB menyebut 800 ribu laki-laki dan perempuan diperdagangkan menyeberangi perbatasan internasional. International Organization for Migration (IOM) mencatat 500 ribu perempuan diperdagangkan di Eropa Barat dan Asean mencapai 250.000 orang setiap tahunnya. Namun, khusus di Indonesia korban perdagangan orang 1 juta per tahun.

Menurutnya Indonesia menjadi sumber, tempat transit dan penerima korban perdagangan orang. "Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur jadi sending area terbesar korban trafficking perempuan dan anak," katanya, Senin (24/8).

Kendati sudah ada payung hukum yang menaungi, namun korban perdagangan orang semakin banyak karena kurangnya koordinasi antar instansi. Selain itu, pembuktian kasus perdagangan orang itu sangat sulit diungkap di pengadilan lantaran untuk pembuktiannya perlu kerjasama banyak pihak.

Data penanganan kasus TPPO oleh Polri selama 2011-2013 menyebut, ada 509 kasus yang ditangani namun yang divonis hanya enam kasus. Dia menyebut, tidak menutup adanya keterlibatan oknum aparat pemerintahan menyebabkan pelaku perdagangan orang sulit ditangkap.

Danti mengungkapkan, modus yang sering dipakai ialah pengiriman TKI perempuan. Adanya permintaan dan penawaran yang tinggi dengan modus TKI, karena pekerja Indonesia dianggap paling ramah diantara pekerja asing lainnya namun paling rentan juga dieksploitasi.

Modus lain ialah pekerja seks, pengantin pesanan, pekerja anak, adopsi anak, duta seni atau budaya. Modus lainnya juga penawaran beasiswa, penculikan, kerja paksa, perbudakan dan pengambilan organ tubuh. Umumnya, korbannya perempuan dan anak. Mereka warga negara yang bisa diperlakukan seenaknya. Faktor kemiskinan dan korupsi, penegakan hukum yang lemah dan jual beli KTP atau paspor palsu memicu maraknya perdagangan orang.

 
BACA JUGA: