JAKARTA, GRESNEWS.COM – Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) dianggap tidak memiliki legal standing dalam mengajukan uji materi sejumlah undang-undang terkait kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam seleksi hakim. Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan, seharusnya yang digugat terbatas hanya terkait soal tugas kehakiman.

"Tapi Ikahi malah menggugat keterlibatan KY dalam seleksi hakim. Karena itu, persoalan ini dianggap masuk ke dalam ranah sengketa kewenangan antara KY dengan Mahkamah Agung (MA), bukan Ikahi," kata Gayus dalam diskusi ‘Mendorong Penguatan Sistem Perekrutan Hakim yang Berkualitas dan Berintegritas’ di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, Rabu (3/6).

Gayus Lumbuun mempertanyakan legal standing para hakim agung yang bergabung di Ikahi dalam mengajukan uji materi soal kewenangan KY dalam seleksi pengangkatan hakim. Sebab menurut dia, Ikahi seharusnya menggugat norma yang berkaitan dengan tugas kehakiman.

"Kalau norma itu mau diuji seharusnya bukan diajukan Ikahi tapi Mahkamah Agung sebagai lembaga yang keberatan karena harus gabung dengan KY dalam seleksi hakim. Kalau ini yang jadi persoalan seharusnya ini masuk ranah sengketa kewenangan dan bukan uji materi. Sengketa kewenangan ini tidak boleh diajukan hanya oleh sekelompok orang," ujar Gayus dalam

Ia pun mempertanyakan apakah seluruh anggota Ikahi memberikan persetujuan atas gugatan ini. Dia menyimpulkan seharusnya persoalan ini masuk ke dalam sengketa kewenangan lantaran MA dengan KY memiliki kewenangan yang sama yang diberikan konstitusi.

"Kalau Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan, maka kita perlu mencurigai MK," kata Gayus Lumbuun.

Pendapat Gayus ini didukung dosen Hukum Tata Negara Universitas Al-Azhar Indonesia Achmad Suparji. Dia menilai memang tidak ada kerugian konstitusional yang dialami anggota Ikahi yang bisa dijadikan dasar mengajukan uji materi kewenangan KY dalam rekrutmen hakim ke MK.

Alasannya, status hakim saat ini adalah sebagai pejabat negara. Untuk menjadi pejabat negara, rekrutmen hakim tidak boleh hanya dimonopoli satu lembaga saja. Sehingga perlu ada pengawasan pihak lain.

"Maka diperlukan MA dan KY dalam seleksi ini. Ini sudah konstitusional dan sesuai dengan kemanfaataan. Sehingga seharusnya MK tidak akan kabulkan judicial review seleksi hakim," ujar Suparji pada kesempatan yang sama.

Sebelumnya, beberapa pengurus Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) diantaranya Imam Soebechi, Suhadi, Abdul Manan, Yulius, Burhan Dahlan, dan Soeroso Ono menggugat sejumlah pasal dalam sejumlah undang-undang. Pasal yang didugat diantaranya adalah Pasal 14 A ayat (2) UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang peradilan umum, Pasal 13A Ayat (2) UU Nomor 50 tahun 2009 tentang peradilan agama, dan UU nomor 51 Tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara.

Dalam gugatan tersebut, Ikahi mempersoalkan ketentuan yang mengatur kewenangan KY untuk mengangkat hakim karena dianggap akan mengganggu independensi calon hakim.

BACA JUGA: