Pedangdut Raden Irama alias Rhoma Irama alias Oma bersama istrinya, Rica Rahim, menunjukkan jari yang telah dicelup tinta seusai memberikan suara untuk Pemilu Legislatif 2014 di TPS 40, Pela Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (9/4). Bakal calon presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengail perhatian publik pada pemilu kali ini karena efeknya (Rhoma Effect) yang menenggelamkan fenomena efek Jokowi (Jokowi Effect).

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengakui besarnya kontribusi dan pengaruh Oma yang melejitkan PKB ke peringkat lima hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. LSI Network dan Cyrus Network-CSIS, misalnya, menempatkan PKB di urutan lima dengan perolehan suara 9% di bawah PDIP, Golkar, Gerindra, dan Demokrat. Hasil ini membuat Ketua DPP PKB Marwan Djafar menyebut, "PKB bakal menjadi penentu koalisi untuk pilpres nanti."

Pengamat politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara menilai pada pemilu kali ini efek Prabowo Subianto (Prabowo Effect) dan efek Rhoma Irama (Rhoma Effect) jauh lebih dahsyat ketimbang efek Jokowi (Jokowi Effect). Prabowo mengatrol Gerindra sampai urutan tiga (12%) padahal pada Pemilu 2009 Gerindra cuma bertengger di urutan delapan dari 38 parpol (4,4%); Oma mengatrol PKB ke urutan lima, padahal pada Pemilu 2009 PKB cuma duduk di urutan tujuh (4,9%).

Direktur Eksekutif Political Communication (Polcomm) Institute Heri Budianto mengatakan kecerdasan dalam menggarap isu capres menjadi salah satu faktor yang mendorong PKB berhasil meraih suara tinggi. "PKB mampu memainkan tiga tokoh yaitu Mahfud MD, Jusuf Kalla, dan Rhoma Irama. Ini kelebihan strategi PKB dalam menggarap isu capres," ujar Heri.

Menurut Heri, apa yang dilakukan PKB dari awal memang sudah menunjukkan strategi politik yang jitu dalam menggarap pemilih. Kemudian konsolidasi menjaga basis NU dan tetap melakukan komunikasi politik kepada para Kiai merupakan kelebihan Muhaimin Iskandar dalam mengelola PKB.

"Saya melihat PKB memang memiliki target pemilih yang tetap yakni NU, namun pandai juga mengelola pemilih lain dengan jualan JK, Mahfud, dan Rhoma," tuturnya.

Suara yang diperoleh PKB, Heri mengatakan, karena mendapat l​impahan dari partai Islam lain seperti PKS dan juga Demokrat. Padahal PKB selama ini terstigmatisasi sebagai parpol Islam tradisional.

Kata pengamat politik UGM Arie Sudjito, PKB naik dahsyat dengan memanfaatkan massa Oma. "Sentimen PKB dibangun dengan simbol Rhoma," kata dia.

""Direktur Eksekutif IndoStrategi Andar Nubowo menilai hasil fenomenal partai Islam seperti PKB dalam pemilu legislatif karena basis dukungan massa Islam tradisionalis (NU, Muhammadiyah dan kelompok tarbiyah serta ormas Islam) masih cukup solid.

"Partai Islam (PKS, PKB, PAN, dan PPP) kini menjadi partai tengah yang bakal diperebutkan oleh PDIP, PG, dan Gerindra untuk berkoalisi dalam pilpres," kata Andar.

Partai Islam dapat membangun kekuatan dengan berkoalisi semacam Poros Tengah dengan suara 29 persen untuk memunculkan tokoh yang diusung sebagai capres dan cawapres.

"Apalagi, jika partai nasionalis religius seperti Golkar, Demokrat, dan Hanura bergabung, koalisi ini bakal menjadi koalisi kuat dan potensial memenangkan pilpres," ujarnya.

Begitulah politik. Bluffing Jokowi Effect ternyata tumbang di tangan Rhoma Effect, lelaki kelahiran Tasikmalaya, yang pada 2005 mendapatkan gelar honoris causa dari salah satu universitas di Hawaii, Amerika Serikat, yang tak terakreditasi dan tak punya murid sama sekali itu. Tapi, mengutip penelitian sosiolog Ohio University, William H. Frederick (1982) berjudul Rhoma Irama and the dangdut style: Aspects of contemporary Indonesian popular culture, sejak dulu Rhoma telah menempatkan dirinya pada posisi yang tepat untuk menyuarakan isu sosial yang sensitif seperti kesenjangan kaya-miskin, gedongan-kampungan, dan sejenisnya, melalui musik dangdut. Itulah yang menyebabkan Rhoma menjadi figur yang memiliki pengaruh politik signifikan lebih dari sekadar seorang penghibur. (dtc)

 

BACA JUGA: