JAKARTA, GRESNEWS.COM - Meksi menyatakan menolak dan menarik diri dari keseluruhan proses Pilpres 2014, perlawanan pasangan Prabowo-Hatta rupanya belum berhenti. Setelah berniat menggugat penetapan hasil Pilpres oleh KPU ke MK, kini muncul wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pilpres di DPR yang digalang oleh koalisi Merah-Putih.

Hal mendasar pembentukan Pansus Pilpres itu untuk mengungkap dugaan adanya kecurangan seperti yang dilontarkan oleh kubu Prabowo selama pelaksanaan pemilu presiden 2014. Di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), wacana pembentukan Pansus Pilpres 2014 medapat reaksi beragam, ada yang pro dan menolak.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Khatibul Umam Wiranu, mendukung penuh dibentuknya Pansus tersebut. Pasalnya, ia menilai banyak kecurangan yang terjadi selama penyelenggaraan Pilpres 9 Juli kemarin.

Komisi II DPR selaku mitra kerja KPU mengaku ikut mengawasi penyelenggaraan pilpres, dan ternyata banyak ditemukan kejanggalan. Karena itu, pansus dinilai harus dibentuk guna menyelidiki temuan-temuan pelanggaran dilapangan.

"Komisi II mengawasi beberapa laporan, memang ditemukan sejumlah kecurangan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota, sebagian ditindak tapi sebagian besar tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu dan KPU," kata Khatibul saat ditemui di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (24/7).

Ia kemudian mencontohkan seperti di DKI Jakarta ditemukan 315 ribu pemilih yang tidak memiliki A5 tapi kenyataannya bisa ikut memilih. Ironisnya, kecurangan ini sudah disampaikan ke Bawaslu dan KPU, namun hanya 15 TPS yang dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Selain di ibu kota, di beberapa daerah diantarnya di Madura Jawa Timur juga terindikasi kecurangan.

Tidak hanya penyelenggaraan pemilu, sambung Khatibul, ia juga melihat KPU kerap membuat aturan turunan dari UU Pilpres yang justru menyalahi UU. Salah satunya, terkait dengan putusan Pilpres yang diubah oleh KPU lewat PKPU.

"Contohnya sepertti rekapitulasi suara yang harusnya satu bulan ditetapkan pasca pemilu, tetapi di KPU tanggal 22. Sehingga hal yang wajar jika ada capres yang menyatakan rekapitulasi harus ditunda, " jelas dia.

Dia menjelaskan, Pansus ini adalah hak konstitusional anggota parlemen. Hal tersebut harus dilakukan apabila memang DPR menemukan hal-hal yang secara faktual ada pelanggaran di dalam pilpres. "Karena itu buat saya. Saya sangat mendukung Pansus pelanggaran Pilpres dibentuk atas dasar sejumlah kecurangan," tegas dia.

Meski demikian, Politikus Partai Demokrat ini membantah bila Pansus ini dibilang untuk mendelegitimasi hasil Pilpres yang memenangkan Jokowi-JK. Tujuannya satu, agar penyelenggaraan pemilu berjalan fair. "Ini patut dipertanggungjawabkan kepada publik, dan tidak sekadar rekapitulasi terkesan tergesa-gesa. Kita hanya ingin penyelenggara berjalan fair," paparnya.

Berbeda dengan Khatibul, Politikus Partai Demokrat lain Ruhut Sitompul, tidak sepakat dengan langkah sejumlah rekannya di DPR. Menurut dia, rencana dibentuknya Pansus Pilpres cuma permainan dan manuver politik pendukung Prabwo-Hatta yang tak siap kalah dengan hasil Pilpres. "Sudahlah tak perlu akal-akalan. Belajarlah kita siap menang siap kalah kalo ngotot berrti enggak siap kalah," kata Ruhut kepada Gresnews.com.

Menurut salah satu tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla ini, dirinya mengaku tidak pernah melihat gelagat Prabowo kecewa dengan hasil pilpres. Malah ia menuding pihak-pihak lain yang membisikkan kepadanya untuk menggugat hasil pilpres.

"Pak Prabowo kan selalu mengatakan siap menang-siap kalah. Kalau aku lihat ini lingkungannya dia yang ngompor-ngomporin. Janganlah menjadi kompor. Sudahlah terima dan hormati keputusan KPU itu," ujar Ruhut.

Meski begitu, Ruhut mengakui pansus pilpres di DPR sangat memungkinkan dibentuk. Tetapi, menurut dia sepertinya hal itu bakal sia-sia mengingat masa kerja DPR yang tinggal beberapa bulan lagi. "Pembentukan pansus pilpres di DPR sebenarnya bisa saja. Tapi, apa gunanya pansus, bekerjanya itu tiga bulan doang," beber Ruhut.

BACA JUGA: