JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Farouk Muhammad menyesalkan langkah  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak melibatkan lembaganya  terkait revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). DPD merasa mendapat perlakuan tidak adil dari DPR karena tidak dikut sertakan dalam rencana pembahasan revisi UU MD3.


Menurut Farouk, langkah DPR itu diputuskan berdasarkan inisiatif sepihak tanpa ada konsolidasi dengan DPD. Padahal ia menilai DPD juga memegang peranan dan fungsi yang sama yaitu sebagai badan legislasi. “Dalam hal ini kami membawa kepentingan kolektif bangsa bukan DPD. Jika pemerintah dan DPR tidak mengikutsertakan kami, maka revisi itu tidak memiliki kekuatan hukum,” katanya dalam konferensi pers di Restoran Pulau Dua, Senayan, Minggu (23/11).


Menurutnya, perlu ada sinkronisasi antar kedua lembaga ini (DPR dan DPD). Keputusan bersama tentunya akan menghasilkan kebijakan yang lebih baik sehingga ia berharap DPD juga turut dilibatkan dalam pembahasan UU MD3, yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan Desember nanti. “Mohon agar niat kami ini dinilai baik oleh publik karena kami tidak bermaksud untuk merebut kewenangan,” katanya.


Farouk menambahkan, DPD hadir sebagai penyeimbang dalam badan legislasi. Kehadiran DPD dianggap dapat berperan menjaga kualitas kebijakan melalui mekanisme double check.  Artinya sebelum suatu kebijakan diputuskan oleh DPR maka harus dikomunikasikan dulu dengan DPD.


Namun pandangan berbeda disampaikan  Wakil ketua komisi X Sohibul Iman. Ia menjelaskan, secara kewenangan DPD memang bisa dilibatkan. Namun alasan lain DPR tidak mengikutsertakan DPD karena pembahasannya cenderung mengarah pada kewenangan alat kelengkapan dewan. "Menurut saya, yang punya wewenang mengubah hal yang sangat subtantif seperti itu harus DPR sendiri. Jelas Sohibul usai menghadiri acara talkshow di Warung Daun, Cikini, Sabtu kemarin.

BACA JUGA: