JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketua Kebijakan Publik Partai Bulan Bintang (PBB) Teddy Gusnaidi menilai tidak tepat jika demokratis hanya diartikan dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga ketika pemilihan kepala daerah (Pilkada) dipilih lewat DPRD melanggar konstitusi.
 
Teddy sependapat dengan pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang mengartikan demokratis bisa dipilih langsung oleh rakyat atau bisa juga dipilih lewat DPRD. Sebab, demokratis itu memutuskan sesuatu berdasarkan suara terbanyak.
 
Terkait pemilihan kepala daerah di Indonesia, beleid demokratis itu terdapat dalam Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945. Disebutkan "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala  pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis".

Sedangkan pasal pemilu dijelaskan dalam Pasal 22E Ayat 2 BAB VIIB Pemilihan Umum (Pemilu) yang menyatakan "Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah".
 
"Di pasal Pemilu tidak disebutkan Kepala Daerah. Pemilu yang dimaksud UUD 1945 hanya untuk empat jenis, tidak termasuk pemilihan bupati atau walikota," kata Teddy kepada Gresnews.com, Minggu (14/9).
 
Menurutnya dalam hal penyelenggara pemilu memang sudah ada undang-undang yang memasukkan pilkada ke dalam rezim pemilu. Akan tetapi, tetap saja UUD 1945 tidak menyatakan itu. "Soal UU yang membuat aturan memasukkan pilkada dalam rezim pemilu dan bertentangan dengan UUD 1945, menjadi soal lain. Sementara yang menjadi rujukan tertinggi tetap UUD 1945.
 
"Terus dimana alasannya jika mereka mengatakan bahwa Pilkada melalui DPRD itu bertentangan dengan Konstitusi? sebaliknya malah pemilihan secara langsung itu bertentangan dengan UUD 1945," ujarnya.
 
Ia berharap agar pihak yang berteriak-teriak menolak Pilkada dipilih lewat DPRD, berfikir secara logis dan berdasarkan konstitusi. "Jadi jelas jika berdasarkan konstitusi, maka pilkada langsung jelas bertentangan dengan konstitusi dan pilkada melalui DPRD tidak melanggar konstitusi," tutur Teddy.
 
Sementara Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (perludem) menilai Rancangan ndang undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang bakal disahkan pada 25 September 2014, mengancam demokrasi Indonesia.
 
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan puluhan ribu orang telah menolak dipilihnya kepala daerah melalui DPRD. "Sampai hari ini tercatat sudah lebih dari 48.000 menandatangani petisi tersebut. Petisi tersebut kami buat sebagai sarana menggalang dukungan atas pilkada langsung, ungkap Titi kepada Gresnews.com, Minggu (14/9).
 
Katanya, untuk melanjutkan perjuangan menegakan demokrasi di Indonesia, Perludem sudah mengadakan aksi penggalangan dan kampanye dukungan serempak di lima kota besar di Indonesia. Mulai dari Jakarta, Aceh, Bandung, Makassar, dan Semarang. "Kami mengajak untuk terus memperjuangkan suara rakyat yang hendak dibungkam oleh kepentingan elit politik," terangnya.
 
 
 

BACA JUGA: