Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lies Sulistiani mengatakan, penanganan tindak pidana terorisme, sepatutnya tidak lagi hanya berfokus pada pelaku, melainkan juga pemenuhan hak-hak korban. "Sebab, korban merupakan pihak yang langsung menanggung dampak dari tindakan teror tersebut," kata Lies dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (18/2).

Lies menegaskan, pemenuhan hak korban terorisme oleh LPSK, dilakukan sesuai amanah Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Khusus di dalam negeri, kata Lies, LPSK telah melakukan penanganan terhadap korban tindak pidana terorisme, baik itu korban bom Bali 1 dan 2, korban bom JW Marriot, korban bom Kedutaan Australia maupun korban bom di Jalan MH Thamrin.

"Jenis bantuan yang kita berikan mulai dari bantuan medis, bantuan rehabilitasi psikologis dan rehabilitasi psikososial," kata Lies.

Hal ini, juga sudah disampaikan LPSK sebelumnya pada ASEAN Regional Forum (ARF) Workshop on Mainstreaming the Prevention of Violent Extremism in the ARF Region, yang berlangsung di Brussels, Belgia 15-16 Februari lalu. LPSK menilai pertemuan yang digelar ARF sangat erat kaitannya dengan tugas serta lingkup kerja LPSK sebagaimana dimandatkan Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, yaitu memberikan layanan bantuan medis, psikososial, rehabilitasi psikososial dan kompensasi terhadap korban terorisme.

Karena itu, Lies juga meminta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pihak-pihak tertentu, khususnya dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terorisme, juga dapat melibatkan para korban. Dengan demikian, para korban bisa berbagi cerita dan pengalaman mengenai penderitaan yang dialami akibat aksi teror.

"Dengan melibatkan korban, para peserta bisa mengetahui dampak langsung dari aksi terorisme," ujarnya. (gresnews.com/mag)

 

 

BACA JUGA: