Sikap polisi menahan pembawa bendera Merah Putih bertuliskan Arab saat demo FPI di Mabes Polri dinilai berlebihan. Bahkan sampai memenjarakan pemuda yang membawa bendera tersebut yang bernama Nurul Fahmi. Fahmi diyakini melakukan penghinaan terhadap Bendera Merah Putih. Polisi saat ini tengah mengembangkan kasus tersebut.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar L Bondan Ganjar menyoroti apa yang dilakukan Fahmi dalam aksi membawa bendera yang dilakukannya itu. Dia mengatakan semua tindakan yang menjadi larangan sudah dituangkan dalam ketentuan pidana yang tertera dalam undang-undang.

"Kalau ditulis-tulis dengan maksud melecehkan, masa dia bawa-bawa, dia kibarin? Yang ada dia injek-injek. Tidak semua benda yang atasnya merah bawahya putih itu bendera," ujar Ganjar.

Menurut Ganjar, ada ukuran yang mengikat dan menjadi ketentuan untuk membedakan bendera yang masuk dalam klasifikasi lambang negara. "Bendera itu rasio panjang kali lebarnya itu, 2 banding 3. Dan ada beberapa ukuran untuk setiap kegiatan, itu diatur. Maka untuk kegiatan tertentu tapi nggak sesuai yang diatur UU kita bisa bilang itu bukan bendera," urai Ganjar.

Kalaupun yang dibawa oleh Fahmi merupakan sebuah bendera, menurut Ganjar, tidak ditemukan maksud melecehkan dari kegiatan itu. Dia pun menyayangkan penahanan yang dilakukan polisi terhadap Fahmi.

"Ditahan menurut saya berlebihan, di kasus itu menurut saya itu bendera, bendera itu ada lafaz Arab ya. Apa iya menuliskan lafaz Arab itu di bendera merah putih niatnya untuk melecehkan, merendahkan, menghina bendera kebangsaan? Menurut saya tidak," tuturnya.

"Jadi dalam kasus itu menurut saya tidak ada tindak pidananya. Karena tidak ada tindak pidananya nggak ada yang bisa jadi tersangka, nggak ada yang harus ditahan," sambung Ganjar.

Ia pun menolak anggapan yang menyebut seluruh bendera merah putih disebut sebagai lambang negara. Soal bendera sebagai lambang negara itu sudah diatur dalam undang-undang.

"Kalau kita bicara mengenai kejahatan terhadap bendera, harus lihat dulu. Harus paham dulu apa itu bendera. Yang utama, di UU No. 24 tahun 2009 pasal 4, itu disebutkan apa itu bendera. Dan ukuran-ukuran bendera, dan masing-masing keperluannya. Jadi kalau melihat apa yang ada di pasal 4 itu, tidak semua benda yang atasnya merah bawahnya putih adalah bendera," kata Ganjar, Minggu (22/1) malam.

"Jadi kita harus lihat dulu, apakah yang warna merah dan putih itu bendera atau bukan. Kalau ternyata bendera, baru ada larangannya. Larangannya, termasuk mencoret-coret," sambungnya.

Dalam UU No. 24 tahun 2009 pasal 4 disebutkan:

(1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran
lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian
bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.

(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang warnanya
tidak luntur.

(3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan
ukuran:
a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presidendan Wakil Presiden;
e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan
j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja. (mfb/dtc)

BACA JUGA: