JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hari ini, Kamis (25/9), lebih dari 120 pemimpin dunia, pimpinan perusahaan dan perwakilan masyarakat sipil, bertemu di New York, Amerika Serikat dalam ajang Pertemuan Iklim PBB. Pertemuan ini sendiri dirancang sebagai platform untuk membentuk komitmen nasional dan international untuk menghadapi masalah perubahan iklim. Sayangnya, pertemuan ini sendiri masih menghasilkan sedikit sekali tawaran pendekatan yang menekankan adanya ancaman nyata dari perubahan iklim.

Merespon pertemuan ini, Kepala Kebijakan Iklim Oxfam Tim Gore menyatakan hanya beberapa hari setelah lebih dari setengah juta orang di dunia turun ke jalan menuntut adanya aksi mengatasi krisis iklim, pertemuan hari ini hanya akan menyimpulkan tangapan yang bersifat sebagian dan terpisah-pisah.

"Beberapa sinyal positif telah dikirimkan, tetapi terlalu banyak komitmen yang dibuat terdapat kesenjangan dalam hal-hal detil yang vital atau hanya pengulangan belaka. Tidak ada satupun pemerintah yang berhak berpikir pekerjaan telah selesai saat meninggalkan New York," kata Tim Gore dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Kamis (25/9).

Dalam kaitan ini, Oxfam menyambut baik komitmen baru dari pemerintah dan entitas bisnis salah satunya untuk menyediakan dana sebesar US$1,3 miliar untuk pembiayaan Green Climate Fund (GCF) atau pendaan iklim hijau dari Denmark, Perancis, Korea Selatan, Norwegia dan Swiss.

"Setelah bertahun-tahun akhirnya ada juga dana untuk Green Climate Fund meskipun itu hanya seperti tetesan air. Semua mata sekarang tertuju pada mereka yang baru akan berkomitmen termasuk Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, Jepang, dan Selandia Baru dan pada tipu daya pada detil dari janji-janji yang telah dibuat pada hari ini," kata Gore menambahkan.

Dia menegaskan, janji yang diumumkan di sini hanya merupakan kurang dari seperenam dari total komitmen yang dijanjikan negara-negara maju. Beberapa inisiatif juga mengumumkan akan memobilisasi pendanaan swasta untuk aksi iklim.

"Kami menyambut baik meningkatnya perhatian investor dalam menghijaukan investasi mereka dan meninggalkan bahan bakar fosil. Tetapi standard yang kuat untuk memandu pendanaan swasta yang disepakati negara berkembang dan berdampak pada komunitas harus ditegakkan sebagai prioritas untuk meyakinkan bawah biliunan dolar yang akan mengalir benar-benar dana yang hijau bukan green-wash," kata Gore lagi.

Dia menekankan, cuaca ekstrim akan terus menimbulkan korban jiwa dan menghancurkan tanaman, membuat jutaan orang berisiko menderita kelaparan. Pertemuan ini, menurut Gore, tak cukup mampu berbuat untuk melindungi masa depan komunitas dan anak-anak kita. "Tetapi jika para pemimpin meninggalkan New York dengan mendengarkan suara dari masyarakat yang turun ke jalan di telinganya, mungkin akan menjadi sebuah titik balik," ujarnya.

Seperti diketahui, hari ini dalam pertemuan iklim di New York beberapa negara menjanjikan akan memberikan dananya untuk pendanaan iklim hijau. Negara yang menjanjikan dananya pada hari ini adalah Denmark sebesar US$70 juta, Perancis (US$1 miliar), Korea Selatan (US$100 juta), Norwegia (US$33 juta), Swiss (US$100 juta). Sehingga total dana yang dijanjikan kelima negara itu mencapai US$1,3 miliar.

Sebelum pertemuan ini, dia negara lain yaitu Jerman juga menjanjikan pendanaan sebesar US$960 juta dan Swedia sebesar US$40 juta. Dengan demikian, total dana yang dijanjikan seluruhnya mencapai US$2,3 miliar. Hanya saja Oxfam menuntut pendanaan sebesar US$15 juta pendanaan publik untuk pendanaan iklim hijau selama tiga tahun pertama.

Dalam pidatonya di depan delegasi peserta pertemuan iklim, Presiden Amerika Serikat Barrack Obama sendiri menjanjikan komitmen negaranya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan perubahan iklim. Obama mengatakan, AS berkomitmen untuk menghapuskan kemiskinan ekstrim pada tahun 2030.

"Kami akan melaksanakan bagian kami untuk menolong masyarakat mencukupi pangan mereka sendiri, menggerakkan perekonomian mereka dan peduli pada mereka yang sakit. Jika dunia bertindak bersama kita dapat memastikan semua anak-anak kita dapat menikmati hidup yang penuh kebahagiaan dan kebanggaan," kata Obama dalam pidatonya tersebut.

AS kata Obama, juga mengejar ambisi untuk menurunkan kadar emisi karbon mereka dan telah meningkatkan investasi pada energi bersih. "Kami akan melaksanakan bagian kami dan menolong negara berkembang untuk melaksanakan bagian mereka. Tetapi kita hanya bisa sukses dalam memerangi perubahan iklim jika kita bersatu mengumpulkan kekuatan bersama. Dengan itulah kita bisa melindungi planet ini dan anak-cucu kita," ujar Obama.

Dalam kesempatan itu, Obama juga menyatakan komitmen AS untuk menyelesaikan kasus wabah ebola, agresi Rusia di Ukraina dan juga masalah ISIS di Suriah. Obama berjanji, AS akan menghancurkan kekuatan ISIS di Suriah yang telah membuat warga sipil menderita dan menyelesaikan masalah pengungsi yang ditimbulkan krisis tersebut.

Menanggapi pidato Obama ini, Presiden Oxfam AS Raymon C Offenhesier mengatakan, pihaknya menyambut baik rasa empati yang ditunjukkan Obama dan untuk solusi menyeluruh untuk krisis Suriah, terutama masalah pengungsi. "Kami setuju tidak akan ada pengakhiran konflik dan dampaknya yang menghancurkan tanpa solusi politik bersama," ujarnya.

Dia bilang, dua bulan setelah diadopsinya Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2165 yang menekannya pentingnya peningkatan akses pemberian bantuan untuk pengungsi, jutaan orang masih sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan. Lebih dari 3 juta orang pengungsi di kawasan itu (Suriah-red) telah menimbulkan ketegangan di negara-negara yang menampung mereka yang juga memiliki kekurangan sumber daya, sementara engungsi terus mengalir melewati perbatasan.

Ini terjadi saat PBB memangkas sumber bantuannya lantaran pendanaan kemanusiaan hanya diberikan kurang dari setengah yang dibutuhkan. "Tiga setengah tahun berlalu dan kemurahan hati negara-negara di dunia berada pada titik kritisnya, dan para pengungsi serta komunitas miskin yang menampung mereka yang membayar harganya," kata Raymon.

BACA JUGA: