JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ratusan calon jemaah First Travel kembali rapat dengar pendapat dengan anggota DPR RI, Kamis (12/10) siang. Jemaah kembali menemui anggota dewan atas undangan dari Komisi VIII. Mereka diminta untuk kembali menerangkan persoalan kasus gagalnya keberangkatan ibadah ke tanah suci.

Dalam pertemuan itu, para jemaah berharap ini adalah pertemuan terakhir dengan anggota dewan. Mereka berharap segera ada tindakan nyata dari anggota dewan untuk membantu para jemaah.

Salah satu kuasa hukum jemaah, Riesqi Rahmadiansyah mengatakan tindakan nyata sangat diperlukan dari anggota dewan. "Jangan sampai kami hanya dijadikan komoditas politik," katanya, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com.

Riesqi mengatakan salah satu tindakan nyata yang diharapkan adalah digagasnya pertemuan antara jemaah dan Kementerian Agama. "Kami sangat berharap pertemuan ini bisa dilaksanakan. Karena cuma DPR yang memiliki kewenangan untuk memanggil mereka," kata Riesqi.

Jika pertemuan dengan Kementerian Agama tidak bisa dilakukan, Riesqi mengatakan, akan meminta sikap dari fraksi fraksi di DPR untuk menjadi teman peradilan. "Dalam waktu dekat, kami akan sampaikan gugatan perbuatan melawan hukum ke kemenag. Dan akan akan meminta fraksi fraksi di DPR menjadi teman peradilan dalam kasus ini," kata Riesqi.

Sikap bersedia atau tidaknya para fraksi, akan menunjukan mana fraksi yang mau membantu jemaah mana fraksi yang tidak. "Kami akan Surati semua fraksi," kata Riesqi.
Gugatan ke Kemenag dilakukan karena pemerintah dinilai lalai dalam pengawasan dan pengendalian terhadap First Travel.

Menanggapi aspirasi jemaah First Travel itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Noor Achmad mengatakan, skema ganti rugi untuk jamaah para korban First Travel perlu segera dibicarakan. Sampai saat ini Komisi VIII DPR RI belum membicarakannya secara khusus dengan pemerintah. "Skema ganti rugi bagi jamaah perlu melibatkan banyak pihak, seperti Kemenag, Polri, OJK, dan PPATK," kata Noor Achmad.

Dia mengakui, kasus ini memang belum ada formula solusinya. Sementara jamaah korban First Travel menuntut pemerintah mengambil alih ganti rugi tersebut.

"Kasus ini harus ada formula solusinya. Nanti akan ada pertermuan dengan Polri, PPATK, OJK, dan Kemenag, supaya ada formulanya yang bisa disampaikan kepada jamaah. Usulan diambil alih pemerintah itu nanti kita bicarakan dengan tuntas. Kita harapkan regulasi yang akan datang dengan perubahan UU No.13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji nanti harus ada jaminannya bagi jamaah. Kalau mereka berumroh atau haji, harus dipastikan bisa berangkat," tegas Noor.

Skema ganti rugi bagi jamaah juga berlaku bagi kasus jamaah haji yang tidak jadi berangkat. Untuk itu, lanjut politisi Golkar ini, pemerintah dan DPR akan mengawasi mana saja biro travel yang menawarkan biaya termurah dan termahal kepada jamaah. "Jangan sampai biaya termurah dan termahal yang diajukan biro travel itu malah merugikan jamaah," ujarnya.

Pada bagian lain, Noor juga menyatakan bahwa usulan jamaah korban agar First Travel tidak dipailitkan mendapat persetujuan Komisi VIII. Bila dipailitkan, otomatis uang jamaah tidak bisa dikembalikan. "Padahal, uang ini belum ketemu seluruhnya. Uang ini masih disimpan di tempat-tempat tertentu. Kalau dipailitkan, jamaah pasti curiga. Kalau sudah dipailitkan nanti bosnya tetap kaya. Itu yang dikhawatirkan jamaah dan kami sepakat itu," ucap Noor. (mag)

 

BACA JUGA: