JAKARTA, GRESNEWS.COM - RUU RUU Perubahan UU Perlindungan Saksi dan Korban akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang oleh Rapat Paripurna DPR, hari ini Rabu (24/9). Sebelumnya RUU ini secara marathon telah  dibahas secara maraton sejak 28 Agustus hingga 23 September kemarin sebelum disetujui untuk dibawa ke paripurna.

Anggota Koalisi Perlindungan Saksi dari Institute Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, pihak koalisi sangat mendukung pengesahan UU tersebut. Supriyadi menyatakan ada beberapa kemajuan signifikan yang terlihat dalam undang-undang yang disahkan itu.

Pertama, semakin menguatnya pemberian bantuan hak korban khususnya hak atas bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 UU tersebut. Bantuan medis psikososial dalam UU ini bisa di akses tidak hanya bagi korban pelanggaran HAM berat namun juga bagi korban tindak pidana lainnya seperti korban tindak pidana terorisme, korban tindak pidana perdagangan orang, Korban tindak pidana penyiksaan, korban tindak pidana kekerasan seksual dan korban penganiayaan berat.

"Ini adalah aturan yang paling penting bagi korban di Indonesia," kata Supriyadi dalam siaran pers yang diterima redaksi Gresnews.com, Rabu (24/9). Dengan adanya pasal ini maka semakin dekatnya tanggung jawab negara dalam pemberian hak korban kejahatan.

Perbaikan Kedua adalah semakin memadainya hak saksi dalam perlindungan misalnya adanya hak pendampingan bagi saksi, perlindungan bagi ahli yang memberikan keterangan dan perlindungan khusus bagi anak yang menjadi saksi. Ketiga adalah penguatan kelembagaan LPSK yang sangat memadai dan tentunya berguna bagi pelaksanaan tugas LPSK kedepan.

Walaupun begitu Koalisi masih melihat beberapa kelemahnya substansi dalam RUU tersebut khususnya pengaturan perlindungan bagi whistleblower dan juctice collaborator dalam Pasal 10 UU tersebut. Koalisi, kata Supriyadi, melihat definisi whistleblower atau pelapor kurang memadai. "Termasuk pula syarat menjadi juctice collaborator yang kurang lengkap. Untuk kedua hal tersebut Koalisi menilai masih banyak tantangan dalam implmentasinya ke depan," ujarnya.

Sebelumnya, Komisi III memang telah sepakat untuk segera mengesahkan RUU tersebut. Mewakili Tim Panja, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Eva Sundari, menyampaikan laporan hasil pembahasan RUU Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban ke Komisi III. "Panja telah menyelesaikan tugas nya pada tanggal 18 september 2014 yang lalu," ujar Eva Sundari.

"Panja meminta agar RUU Tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dapat dilanjutkan ke pembicaraan tingkat dua guna mendapat persetujuan DPR dan Presiden pada Rapat Paripurna DPR RI pada masa sidang ini," tambahnya.

Setelah perwakilan anggota Tim Panja menyampaikan laporannya di hadapan forum rapat antara Komisi III dan Pemerintah tersebut, pemimpin rapat Tjatur Sapto Edi, meminta persetujuan seluruh fraksi terhadap draft revisi tersebut.

"Bahwa Fraksi Demokrat DPR RI menyetujui perubahan RUU Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya dapat disahkan sekaligus diketok sebagai undang-undang berdasarkan peraturan yang berlaku dalam rapat paripurna mendatang," ujar perwakilan Fraksi Partai Demokrat, Eddy Sadeli.

Senada perwakilan Fraksi Golkar, Nudirman Munir juga menyampaikan dukungannya agar RUU Perlindungan Saksi dan Korban disahkan dalam rapat paripurna DPR RI.

"Setelah mencermati serangkaian pembahasan pada Rancangan Undang-Undang Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, maka Fraksi Partai Golongan Karya dengan mengucapkan bismillahirrahmannirrahim menyatakan menyetujui Rancangan Undang-Undang ini dilanjutkan pengambilan keputusan tingkat dua sesuai dengan mekanisme perundang-undangan yang berlaku. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa mencurahkan nikmatnya kepada kita sekalian," katanya.

BACA JUGA: