JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Menteri Pertanian Anton Apriantono yang juga komisaris PT Tiga Pilar Utama, induk PT Indo Beras Unggul yang gudangnya digrebek Satgas Pangan Polri, membantah telah terjadi pemasuan beras oleh perusahaan tersebut.

Anton mengatakan, soal tudingan mengubah beras IR 64 yang disebut kategori medium menjadi beras premium, perlu dijelaskan IR 64 itu varietas lama yang sudah digantikan varietas yang lebih baru yaitu Ciherang. Kemudian, diganti lagi dengan Inpari. "Jadi varietas IR 64 itu sudah jarang. Di lapangan, IR 64 itu sudah tidak banyak," kata Anton, Sabtu (22/7).

Sebelumnya, Satgas Pangan Polri menggerebek gudang beras PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, Kamis (20/7). Dalam penggerebekan, Satgas Pangan menemukan beras IR 64 ´disulap´, yang masuk kategori medium, menjadi beras premium. Beras-beras itu diberi label merek Maknyuss dan Cap Ayam Jago, dan dijual di pasar ritel modern seharga Rp13.700 dan Rp20.400/ kilogram (kg).

Totalnya, Satgas Pangan menyita 1.161 ton beras dari gudang PT IBU. Terkait hal ini, Anton menyanggah IR 64 merupakan beras yang disubsidi. Dia mengatakan, yang disubsidi itu raskin atau beras miskin, yang saat ini disebut beras sejahtera atau rastra. Selain itu ia mengatakan di dunia perdagangan beras dikenal kategori medium dan premium, dan Standar Nasional Indonesia atau SNI kualitas beras juga ada. "Tiga Pilar Sejahtera sudah sesuai SNI untuk kualitas di atas," tutur mantan Menteri Pertanian itu.

Anton juga menyoal PT IBU yang dituding monopoli, menguasai hulu hingga hilir beras. Ia menjelaskan, produksi beras Tiga Pilar Sejahtera sekitar 600 ribu ton/tahun, dari kapasitas produksi terpasang 800.000 ton. Produksi itu total dari 4 pabrik Tiga Pilar Sejahtera, termasuk PT IBU.

"Jadi, bagaimana kita dibilang menguasai. Apalagi sampai bilang negara rugi ratusan triliun," tutur Anton.

Anton menambahkan, ada banyak kekeliruan dari hasil penggerebekan itu. Seharusnya, kata Anton, pemerintah dan Polri tak buru-buru menggerebek, tapi dicek dulu.

"Jangan hanya main gerebek, padahal belum tentu. Karena masalah ini, dampaknya jadi sangat buruk. Perusahaan bisa tutup, saham turun, petani mitra merugi. Apa itu yang diharapkan pemerintah?" kata Anton. (dtc/mag)

BACA JUGA: