JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Komisi XI DPR RI Ahmadi Noor Supit mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu melakukan pendekatan humanis di semua daerah untuk menjaring wajib pajak baru maupun mengejar target penerimaan pajak. "Para pengusaha wajib pajak harus dijadikan teman, bukan musuh yang terus diburu," kata Supit, saat mengikuti pertemuan Tim Komisi XI dengan para mitra Komisi XI di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (31/7).

"Pemerintah dalam hal ini DJP harus menjadikan para pengusaha teman bukan musuh. Biarkan mereka tumbuh dulu baru kemudian pajaknya dipetik. Bukan baru tumbuh usahanya sudah dikejar pajaknya," tambah Supit, seperti dikutip dpr.go.id.

Apa yang disampaikan politisi Partai Golkar ini terkait dengan target penerimaan pajak yang selalu meleset. Saat ini, ungkap Supit, banyak pengusaha tak mau lagi menyimpan uangnya di bank, karena prilaku petugas DJP yang tidak bersahabat. "Ekonomi nasional harus terus berjalan. Dan sektor swasta ikut punya andil besar dalam menumbuhkan perekonomian lewat pajak," tegasnya.

Politisi dari dapil Kalsel ini mencontohkan, petugas DJP bisa mengajak makan bareng atau melakukan pendekatan yang lebih komunikatif. "Ini lebih efisien daripada melakukan pendekatan represif yang pada akhirnya membuat para pengusaha lari dan tak bersimpati lagi pada DJP," pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan, penerimaan pajak untuk APBN 2017 dinilai sulit terealisasi lagi. "Ada yang keliru dari penetapan asumsi dan target pajak 2017. Ini juga dibuktikan dengan rencana Menkeu merevisi asumsi penerimaan pajak dari 16 persen menjadi 13 persen," kata Heri dalam siaran pers-nya.

"Dalam APBN 2017, target penerimaan pajak dipatok sebesar Rp1.498,9 triliun atau naik 16,7 persen dibanding realisasi penerimaan pajak tahun 2016 sebesar Rp1.284,9 triliun. Target tersebut sebetulnya kurang realistis sehingga akhirnya harus direvisi," ungkapnya.

Menurut Anggota F-Gerindra ini, hanya ada dua kemungkinan tidak terealisirnya target pajak, kesalahan kebijakan atau kinerja petugas pajak di lapangan yang tidak optimal. Melesetnya target pajak ini terjadi hampir setiap tahun. Walau kebijakan sudah disempurnakan, tetap saja target meleset. Kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga mesti dibenahi.

"Melencengnya realisasi penerimaan pajak dari target menandakan ada kontra antara rancangan kebijakan dengan kinerja penerimaan pajak yang ada di APBN. Tidak aneh bila kemudian asumsi-asumsi yang ada, sering sekali direvisi, yang akhirnya mengganggu kredibilitas APBN," ucap Heri. Dirjen Pajak, sambungnya, harus mampu mengambil pelajaran pada setiap kali realisasi penerimaan pajak.

Lebih lanjut Heri mengungkapkan, PPh non-migas cenderung menurun. Pada realisasi tahun 2016 hanya sebesar Rp630,1 triliun atau 76,9 persen dari target APBN-P 2016 sebesar Rp819,5 triliun. Realisasi penerimaan sumber daya alam juga hanya Rp64,9 triliun atau hanya 72,6 persen dari APBN-P 2016 sebesar Rp90,5 triliun. "Penyebab tidak tercapainya target tersebut dapat dilacak pada penerimaan migas yang hanya Rp44,9 triliun atau hanya 65,3 persen dari APBN-P 2016," imbuh Heri.

Pada bagian lain, Heri menyampaikan temuan BPK tentang potensi penerimaan negara dari sektor pajak yang belum dioptimalkan sebesar Rp1,69 triliun. Potensi itu berupa pajak yang belum tertagih dan denda keterlambatan. Ini harusnya sudah bisa diantisipasi oleh Dirjen teknis seperti Dirjen Pajak, ketika menyusun rencana dan target pada tahun-tahun selanjutnya.

"Kita tidak bisa menunggu pulihnya kinerja ekspor-impor nasional untuk mendorong kinerja penerimaan PPh Non-Migas serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebab, kinerja ekspor-impor nasional belum bisa diandalkan untuk menjadi tumpuan karena belum pulihnya perekonomian global," paparnya lagi. (mag)

 

BACA JUGA: