Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah secara proaktif transaksi sejumlah rekening terkait kasus First Travel. Mereka menemukan penyimpangan dalam penggunaan dana, selain untuk memberangkatkan umroh dana jemaah juga dipakai untuk membeli aset pribadi.

"PPATK telah secara proaktif melakukan penelitian terhadap puluhan rekening yang terkait First Travel di beberapa bank," kata Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae, Sabtu (19/8).

Dian tak merinci berapa besar uang nasabah yang dipakai untuk membeli aset pribadi. PPATK juga masih akan memastikan apakah aset-aset tersebut dibeli dengan rekening perusahaan, rekening pribadi, atau campuran keduanya.

"Soal pembelian barang-barang pribadi, memang begitu, tapi kita harus teliti dulu dan juga mencari tahu apakah ada pencampuran rekening perusahaan dan rekening pribadi," ujarnya.

Sebelumnya sejumlah calon jamaah yang menjadi korban dugaan penipuan First Travel meminta pemerintah turun tangan membantu pengembalian dana jemaah yang sudah disetorkan. Perwakilan jemaah, Asro K Rokan, juga meminta PPATK dilibatkan dalam menelusuri aliran dana nasabah.

"Sebab, sulit diterima akal sehat dana dari rekening Andika tersisa di bawah Rp 5 juta. Padahal jika dihitung puluhan ribu calon jemaah dana bisa ratusan miliar," kata Asro, Sabtu (19/8).

Sulitnya mendapatkan pengembalian dana yang disetorkan dialami Asro dan 12 anggota keluarganya. Pihak Asro sudah mengajukan pengembalian (refund) ongkos umrah sejak 24 Maret 2017 namun hingga kini belum mendapatkan respons dari First Travel,

Asro dan keluarga telah melunasi seluruh ongkos umrah sebesar Rp 186.190.000 pada 14 Juni 2016. Pemberangkatan dijadwalkan pada Desember 2016-Mei 2017.

Belakangan, adik bos First Travel, Kiki Hasibuan, juga dijadikan tersangka. Sejumlah aset disita dari ketiganya. Namun meski diketahui punya rumah dan sejumlah mobil mewah, pasangan suami-istri itu ternyata juga dililit utang.

Sebuah rumah mewah di Sentul, Bogor, milik pasangan tersebut telah disita polisi. Rumah yang bentuknya bak istana tersebut bahkan dijadikan jaminan untuk membayar utang.

"Ya itu (yang dijaminkan) rumahnya dan kantor," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Herry Rudolf Nahak kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (18/8).

Utang mereka yang harus dibayar lewat penyewaan rumah itu mencapai Rp 80 miliar. Bukan tak mungkin jumlah tersebut akan bertambah. "Persisnya saya nggak tahu (nilai utangnya), tapi di atas Rp 80-an miliar. Ada utang lagi, utang sama orang," lanjutnya.

Setelah izin mereka dicabut, First Travel kini diwajibkan mengembalikan uang jemaah yang belum berangkat. Mereka bisa saja tak melakukan itu jika jemaah diberangkatkan lewat biro perjalanan lain.

Selain itu, First Travel harus membayar utang lainnya. Mereka diketahui belum melunasi pembayaran hotel di Mekah dan Madinah. Berdasarkan informasi dari pihak pelapor, Herry mengatakan utang biaya penginapan mencapai Rp 24 miliar. Utang itu tercatat sejak 2015.

Bareskrim Polri juga membuka posko crisis center untuk menampung laporan para korban. Saat ini tercatat sudah 500 orang yang melapor sebagai korban.

First Travel saat ini memiliki 70.000 orang yang sudah membayar dan hanya 50% jemaah yang sudah berangkat. Ini artinya masih ada 35.000 orang lagi yang masih menunggu janji keberangkatan dan janji pengembalian uang setoran.

Jika dipukul rata Rp 14,3 juta per jemaah yang menyetor, lalu dikalikan 35.000 orang, masih ada sekitar Rp 500 miliar uang yang ada di manajemen First Travel.

Selain menetapkan pasangan suami-istri tersebut sebagai tersangka, polisi menahan adik kandung Anniesa, Kiki Hasibuan alias Siti Nuraidah. Dia dianggap berperan membantu penipuan yang dilakukan kakaknya. (dtc/mfb)

BACA JUGA: