JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan harga eceran tertinggi (HET) beras kualitas medium dan premium mulai berlaku, Jumat (1/9). Pemberlakuan dilakukan secara menyeluruh baik di pasar tradisional hingga ritel modern.

Menteri Perdagangan (Mendag), Engartiasto Lukita, menjelaskan HET beras diatur berdasarkan zonasi. Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB dan Sulawesi dianggap sebagai wilayah produsen beras. Di wilayah-wilayah tersebut harga beras medium yang ditetapkan Rp9.450/kg dan premium Rp12.800/kg. Sementara untuk wilayah lainnya yang membutuhkan ongkos transportasi lebih, harga tersebut ditambah Rp500.

Berikut daftar harga eceran tertinggi beras medium dan premium:

Jawa, Lampung, Sumatera Selatan: medium Rp 9.450/kg, premium Rp 12.800/kg

Sumatera lainnya: medium Rp 9.950/kg, premium Rp 13.800/kg

Bali dan NTB: medium Rp 9.450/kg, Rp premium Rp 12.800/kg

NTT: medium Rp 9.950/kg ; premium Rp 13.300/kg

Sulawesi: medium Rp 9.450/kg ; premium Rp 12.800/kg

Kalimantan: medium Rp 9.950/kg ; premium Rp 13.300/kg

Maluku dan Papua: Medium Rp 10.250/kg ; premium Rp 13.600/kg.

"HET ini berlaku baik di pasar tradisional maupun di ritel modern. Dengan demikian, ketentuan yang ada ini kita akan bisa menjaga daya beli masyarakat, akan bisa kita maintain terus, dan diharapkan (harga) tidak boleh lebih dari itu," ujar Enggar.

Di luar beras medium dan premium, Kemendag menetapkan kategori beras khusus, yang mana penetapan harganya akan diatur terpisah dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan). "Ada 3 kategori beras. Beras medium, beras premium, dan beras khusus. Mengenai spesifikasi masing-masing beras ini tidak dibuat complicated namun secara sederhana, simplifikasi," tutur Enggar.

Menurut Enggar, kebijakan HET disetujui sudah pedagang beras. Penolakan hanya datang dari segelintir, sehingga tak akan mempengaruhi pedagang beras. "Enggak akan. Pedagang juga mayoritas menyetujui dan minta cepat dikeluarkan. Yang menolak mungkin beberapa orang, apa kita harus turuti? Jadi enggak usah khawatir, Insya Allah terkendali," ujarnya.

Kebijakan pembatasan harga beras ini bukan tanpa alasan. Pemerintah perlu menjaga daya beli masyarakat terhadap beras, apalagi beras merupakan komoditas utama di Indonesia. Pembatasan harga beras ini sudah bulat. Pihaknya juga mengimbau agar pedagang menuruti aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

"Kalau tidak bisa (dijaga), bisa dijadikan objek spekulasi untuk dinaikkin. (Kalau ada yang melanggar) ya ditutup saja enggak usah dagang lagi. (Izin) cabut enggak usah dagang lagi," kata Enggar.

Enggar mengatakan, aturan tersebut telah disosialisasikan ke seluruh asosiasi petani dan pedagang beras. Enggar menjelaskan, pihaknya akan memperingati pedagang terlebih dahulu sebelum keudian akhirnya bisa dilarang untuk berdagang beras jika terus diulangi.

"Itu kan harga eceran tertinggi, kalau ada yang langgar, ya sekali dua kali diingatkan dan tiga kali, ya jangan dagang lagi. Dagang yang lain. Kalau ritel modern pengawasannya sudah gampang, mereka juga sudah lebih sadar. Pasar tradisional kami lihat, kami periksa, kami colek-colek, ingat ya ada HET-nya. Sekali dua kali, tiga kali, nanti kita akhiri," tegas Enggar. (dtc/mag)

BACA JUGA: