Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu meminta Presiden Joko Widodo dan Jaksa Agung HM Prasetyo bertanggung jawab terhadap eksekusi mati tiga narapidana kasus narkoba. Pasalnya, tiga dari empat terpidana tersebut dalam proses permohonan grasi.

"Eksekusi bertentangan dengan undang-undang dan putusan mahkamah konstitusi," kata Erasmus dalam rilis yang diterima gresnews.com, Jumat (29/7).

Erasmus menambahkan, berdasarkan informasi terbaru yang diterima ICJR, tiga terpidana yang mengajukan grasi ke Presiden Jokowi adalah Humprey Ejike Jefferson, Sack Osmane dan Freddy Budiman.

Sebelumnya, ICJR mengingatkan Jaksa Agung mengenai Undang-Undang dan satu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang eksekusi dilaksanakan dalam hal terpidana mengajukan permohonan grasi. Selain itu, penolakan grasi hanya dapat dilakukan dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres) yang diterima langsung oleh terpidana.

"Pasal 13 UU No. 22 Tahun 2002 jo. UU No. 5 Tahun 2010 Tentang Grasi," kata Erasmus.

Humprey Ejike Jefferson telah mengajukan grasi pada hari Senin (25/7), Sack Osmane telah mengajukan pada hari Rabu (27/7), sedangkan dari informasi yang didapat, Freddy Budiman telah mengajukan grasi pada Kamis (28/7).

Erasmus menekankan pernyataan Jaksa Agung yang menyatakan adanya tenggat waktu pengajuan grasi oleh terpidana mati berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU Grasi. ICJR meminta Jaksa Agung membaca Putusan MK No. 107/PUU-XIII/2015. Sebab, dalam putusan MK tersebut, Pasal 7 ayat (2) UU Grasi telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga, Pasal 7 ayat (2) UU Grasi tentang tenggat waktu eksekusi tidak dapat dijadikan dasar untuk tetap melakukan eksekusi kepada para terpidana mati yang sedang mengajukan permohonan grasi. (Ena)

BACA JUGA: