Pemerintah telah merampungkan pembahasan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Aturan ini akan menggantikan UU Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999, yang sudah berlaku selama kurang lebih 17 tahun.

Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Darda Daraba, saat ini penerapan UU itu masih menunggu aturan turunan yang membahas pelaksanaan teknis.

"Turunannya ada tiga PP ada tiga Perpres juga dan beberapa permen. Ini penetapannya tanggal 12 Januari 2017, maka Pak Menteri minta agar ini secepatnya diselesaikan. Setelah selesai itu kita persiapkan aturan PP nya," jelasnya dalam acara seminar di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (7/6).

Darda mengatakan, aturan ini memberikan perlindungan hukum terhadap upaya yang dapat menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi. Termasuk perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi dan mengenyampingkan unsur pindana dalam suatu proyek.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, undang-undang ini memastikan setiap proyek yang dikerjakan bisa diselesaikan sampai akhir. Tidak ada lagi proyek-proyek mangkrak karena terganjal kasus hukum yang menimpa pihak-pihak terkait dalam proyek itu sendiri.

"Kalau dulu kan orang sudah kerja, sudah kontrak, (ada kasus) kemudian datang polisi, itu kan enggak boleh kerja. Dulu kan orang terlibat korupsi misalnya, terus dilapor, akhirnya stop perkerjaan. Sekarang kan enggak boleh, sekarang selesaikan pekerjaan dulu baru diteliti kebenarannya," kata dia.

"Jadi intinya kalau (ada) kasus mah ya kasus saja, tapi pekerjaan harus jalan terus. Karena banyak masyarakat yang menunggu dan mau pakai. Jadi jalan terus, enggak sampai menghentikan pekerjaan. Supaya konstruksi tidak mangkrak-mangkrak," tutupnya. (dtc/mfb)

BACA JUGA: