Suara-suara penolakan terhadap hak angket KPK yang diproses DPR terus menguat. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk turun tangan memberikan sikap terkait hal itu.

"Harusnya (Presiden Jokowi) jadi penengah karena banyak orang yang kecewa juga. Menurut kami, ini bedanya pemerintah sekarang dalam konteks KPK dengan pemerintahan yang lalu," kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, Minggu (7/5).

Menurut Bivitri, Jokowi sebagai presiden dapat menunjukkan sikapnya dalam rapat konsultasi dengan DPR. Dia mendorong agar Presiden Jokowi memperlihatkan langkah-langkah konkret dalam menolak hak angket tersebut.

"Sehingga parpol bisa liat presiden megang kontrol di negara ini," ujar dia.

Menurutnya presiden sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Dalam konteks hukum presiden kurang mengedepankan hukum, yang dilakukannya berupa negosiasi politik agar tak ada kegaduhan.

Penetapan hak angket bermula dari rapat dengar pendapat KPK dengan DPR yang membahas pertanggungjawaban kinerja KPK. DPR kemudian mengkritisi beberapa kinerja KPK hingga pembahasan soal penyebutan 6 nama anggota Komisi III DPR dalam kesaksian salah satu penyidik KPK Novel Baswedan.

Komisi III kemudian menuntut klarifikasi melalui pembukaan rekaman pemeriksaan anggota DPR Miryam S Haryani. Namun hal ini ditolak KPK karena proses hukum Miryam belum sampai ke pengadilan. (dtc/mfb)

BACA JUGA: