JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pelaksana Tugas Ketua DPR Fadli Zon mengatakan kebijakan pajak yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bisa memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Kebijakan tersebut adalah UU Reformasi Perpajakan serta kenaikan suku bunga acuan The Fed untuk ketiga kalinya. Fadli mengatakan, dua kebijakan itu perlu diberi perhatian oleh pemerintah dan otoritas moneter karena akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia.

Kebijakan tersebut, dikatakan Fadli, akan berpengaruh terhadap perekonomian global. "Ditambah oleh kenaikan suku bunga acuan The Fed, efeknya bisa jadi berganda," ungkap Fadli seperti dikutip dpr.go.id, Rabu (27/12).

Dia mengatakan, keputusan tersebut berpotensi menarik dana asing dari pasar keuangan negara-negara berkembang. Pasalnya, imbal hasil dari instrumen investasi serta besaran reformasi pajak yang ditawarkan pemerintahan Trump cukup signifikan, sehingga pasti akan memikat investor.

"Saat ini nilai keuntungan bisnis perusahaan-perusahaan AS yang ditempatkan di pasar global mencapai US$ 2,6 triliun. Jika kebijakan pemotongan pajak oleh pemerintahan Trump ini bisa menarik hingga separuh nilai tadi, maka pasar global bisa mengalami goncangan. Sesudah isu Yerusalem menjadi gempa politik global, maka kebijakan Trump yang ini bisa menimbulkan gempa ekonomi," ujarnya.

Politikus Partai Gerindra itu menilai, disahkannya UU Reformasi Perpajakan AS memang merupakan reformasi pajak terbesar di AS sejak era 1980-an. Lewat beleid itu, Trump telah memangkas pajak korporat dari sebelumnya 35% kini menjadi 21% dan akan mengurangi beban pajak untuk individu. Hal inilah yang dinilai akan menarik para investor untuk mengembalikan dananya ke dalam negeri AS.

Menurut Fadli, ancaman repatriasi ini akan makin memperkuat nilai tukar dolar AS, dan hal ini tentu saja akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia. "Setiap penurunan nilai tukar rupiah, beban pembayaran cicilan utang dan bunga utang kita tentu jadi membengkak, karena semuanya dibayar dengan dolar," terang Fadli.

Sebagai gambaran, per Oktober 2017, total utang luar negeri Indonesia mencapai US$341,52 miliar, atau sekitar Rp4.603 triliun. "Dengan angka tersebut, beban pembayaran bunga utang kita tahun depan diperkirakan bisa di atas angka Rp300 triliun," sambung politisi dari Dapil Jawa Barat V ini.

Fadli mengingatkan, pemerintah dan otoritas moneter dituntut berpikir cerdik untuk menghadapi kenaikan suku bunga acuan The Fed dengan menaikkan juga suku bunga acuan di dalam negeri. Walaupun, hal itu akan kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah selama ini yang berusaha untuk menekan tingkat suku bunga kredit di bawah dua digit.

"Sebab, setiap kenaikan suku bunga acuan, maka suku bunga kredit juga otomatis akan naik, yang pada gilirannya akan kian menekan iklim usaha di dalam negeri. Bank Indonesia harus bisa merumuskan kebijakan yang pas, agar tidak memukul sektor riil yang saat ini sedang terjepit. Di tahun politik 2018, pemerintah tak boleh kehilangan fokus terhadap soal ekonomi. Jangan sampai kita tak memiliki skenario jika terjadi gejolak ekonomi tahun depan," tandas Fadli. (mag)

BACA JUGA: