Komisi III DPR mempersolakan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK karena tidak sesuai prosedur yakni mengabaikan koordinasi dan supervisi. Pimpinan KPK menegaskan OTT yang dilakukan didasari kerja profesional.

"OTT dengan korsup (koordinasi dan supervisi) itu berbeda. OTT itu keberhasilan intelijen KPK plus laporan masyarakat yang kredibel," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).

Menurut Syarif, koordinasi dan supervisi dengan penegak hukum lainnya dilakukan dalam konteks berbeda. Dia memastikan pihaknya melakukan sesuai prosedur.

"Untuk koordinasi dan supervisi, itu menangani kasus kasus yang sedang ditangani bersama baik oleh kepolisian maupun kejaksaan," jelasnya.

"Kalau dalam OTT itu masa ada korsup dalam kegiatan OTT? OTT harus rahasia," imbuh Syarif.

Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya juga mengkritik operasi tangkap tangan (OTT) untuk penindakan kasus korupsi. Prasetyo menilai OTT membuat gaduh.

"Penindakan kasus korupsi dengan melakukan operasi tangkap tangan yang dilaksanakan di negara kita yang terasa gaduh dan ingar-bingar, namun IPK (indeks persepsi korupsi) Indonesia dalam beberapa tahun ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan," ujar Prasetyo di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/9).

Namun Prasetyo tak menyebutkan secara spesifik soal lembaga penegak hukum yang membuat gaduh saat OTT. Ia menyarankan, pemberantasan korupsi sebaiknya berbasis pencegahan. Ia membandingkan apa yang dilakukan Singapura dan Malaysia.

"Karena itu, sudah saatnya kita menyimak praktik penegakan hukum di kedua negara tersebut yang dalam jangka panjang akan lebih efektif dilakukan melalui pencegahan, meskipun penegakan hukum pencegahan tidak populer dan tidak banyak dilihat dan jauh dari hiruk-pikuk," paparnya.
(dtc/mfb)

BACA JUGA: