Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memfokuskan pemeriksaan terhadap anggota DPR dalam perkara dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Pemeriksaan untuk mengklarifikasi dugaan aliran dana yang sebelumnya masuk dalam surat tuntutan perkara e-KTP.

"Kasus e-KTP minggu ini akan memanggil saksi terutama cluster politik, karena sebelumnya sudah 120 saksi lebih diperiksa semakin besar dari kementerian dan pihak swasta ada beberapa advokat juga. Sekarang kami dalami diduga terkait peran anggota DPR saat itu, jadi minggu ini mulai secara intens masuk proses anggaran indikasi pertemuan dan indikasi aliran dana," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (3/7).

Saat ditanya pihak yang diperiksa pekan ini termasuk Setya Novanto, Febri tidak menjawab lugas. Dia hanya kembali menegaskan, pemeriksaan difokuskan kepada anggota DPR saat proyek pengadaan e-KTP bergulir pada 2011.

"Jika dibutuhkan tentu akan kita panggil, kapan waktu tepatnya nanti akan kami sampaikan. Di minggu ini kami memang berencana melakukan pemanggilan mulai masuk terhadap cluster politik. Maka sejumlah anggota DPR yang diduga mengetahui, serta perlu kita klarfikasi soal aliran dana tentu akan kita panggil untuk diperiksa sebagai," ujar Febri menjawab pertanyaan mengenai pemeriksaan Novanto.

Pada hari ini penyidik memeriksa mantan anggota Komisi II DPR yang kini menjabat sebagai Menkum HAM Yasonna Laoly. Pemeriksaan dilakukan terkait anggaran e-KTP yang dibahas di DPR.

"Kami lakukan pendalaman, materi terkait dengan proses awal anggaran kasus e-KTP dan juga beberapa informasi indikasi adanya aliran ke semua pihak juga menjadi kita konfirmasi lebih jauh. Beberapa informasi ini sudah dimunculkan fakta persidangan dan juga di tuntutan sudah sampaikan rinci dan beberapa bukti yang muncul dalam tuntutan tersebut baik untuk dua orang terdakwa maupun pihak lain yang diduga terkait pengadaan kasus e-KTP," papar Febri.

KPK juga menjadwalkan pemeriksaan politikus Golkar Ade Komarudin dan istrinya Netty Marliza. Namun keduanya mengirimkan surat tidak bisa hadir karena tengah berada di luar Jakarta.

"Sekarang kami dalami diduga terkait peran anggota DPR saat itu, jadi minggu ini mulai secara intens masuk proses anggaran indikasi pertemuan dan indikasi aliran dana," ujar Febri.

Dalam kasus ini, dua terdakwa kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto, dituntut 7 tahun dan 5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Keduanya diyakini jaksa terbukti menerima sejumlah uang terkait dengan proyek e-KTP, baik dalam bentuk dolar maupun rupiah.

Berdasarkan fakta di persidangan, menurut jaksa, Irman selaku mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri menerima uang terkait e-KTP sejumlah USD 573.700, Rp 2.298.750.000, dan SGD 6.000. Sedangkan terdakwa Sugiharto, disebut jaksa, terbukti menerima uang sejumlah USD 450 ribu dan Rp 460 juta. Uang tersebut diterima Irman dan Sugiharto karena menyalahgunakan wewenang dengan posisi sebagai pejabat Kemendagri.  (dtc/mfb)

BACA JUGA: