JAKARTA, GRESNEWS.COM - Di tengah deraan kampanye hitam dan hambatan perdagangan non-tarif, terhadap  produk sawit Indonesia. Indonesia terus gencar mempromosikan kelapa sawit kepada kalangan bisnis di sejumlah negara. Baru-baru ini tim bisnis Indonesia menggelar promosi dalam bentuk Indonesia Business Forum "Sustainable Palm Oil in Global Market" kepada masyarakat Swiss di Gedung Zunfthaus zur Meisen, Zurich (28/9).

Dengan difasilitasi KBRI Bern-Swiss, delegasi yang terdiri dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mereka menjelaskan kondisi sesungguhnya persawitan Indonesia.

Dihadapan sekitar 50 (lima puluh) wakil perusahaan terkemuka anggota Swiss Asian Chamber of Commerce (SACC), mereka menjelaskan kebaikan kelapa sawit dan melawan kampanye hitam dengan fakta ilmiah. Anggota SACC yang hadir diantaranya Migros-Genossenschafts-Bund, Syngenta Crop Protection AG, Nutriswiss AG, dan Association of Swiss Chocolate Manufacturers.

"Kelapa sawit adalah berkah Tuhan bagi negara-negara tropis, karena hanya tumbuh di sekitar 10 derajat utara atau selatan khatulistiwa," ujar Executive Director Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Mahendra Siregar saat presentasi, seperti dikutip kemlu.go.id.

Menurutnya tak heran jika Indonesia menguasai sekitar 55 persen produksi sawit dunia atau jauh meninggalkan Malaysia yang hanya 29 persen. Dituturkanya sawit menghasilkan 4-10 kali lebih banyak minyak per hektar dibandingkan dengan komoditas vegetables oil lainnya, seperti minyak rapeseed dan minyak bunga matahari yang merupakan komoditas khas Eropa.

Ia menyebut di banyak negara Eropa, sawit mendapatkan tantangan kampanye hitam dan penolakan dari beberapa organisasi, dengan bermacam alasan, dari mulai deforestasi, ekosistem, hingga korupsi dan pelanggaran HAM.

Dirjen Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, menambahkan untuk selam ini  Pemerintah Indonesia juga telah mewajibkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sejak 2011 dengan melibatkan perwakilan dari pemerintah, LSM, akademisi, dan kalangan bisnis.

Sementara Paulus Tjakrawan dari Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) menyampaikan, dibandingkan produk vegetables oil lainnya, sawit adalah satu-satunya vegetables oil yang paling banyak sertifikasinya. Antara lain sertifikat  yaitu CSPO (Certified Sustainable Palm Oil), ISCC (International Sustainability & Carbon Certification), ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), dan MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil).

Harry Hanawi dari Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) juga mengungkapkan bahwa jika dilihat dari tinjauan kesehatan, minyak sawit terbukti memiliki kandungan vitamin A dan E lebih tinggi dibanding vegetables oil lainnya, tetapi sawit mengandung kolesterol lebih rendah.

"Dengan kata lain, tuduhan negatif terhadap sawit semata-mata merupakan strategi persaingan bisnis dari negara kompetitor," tutur Harry.

Dari presentasi itu, Barbara Möckli-Schneider dari Swiss Asia Chamber of Commerce (SACC) mengaku mendapatkan pencerahan yang sangat komprehensif tentang sawit yang selama ini cenderung negatif di Swiss. Ia mengatakan meskipun Swiss bukan merupakan anggota Uni Eropa (UE), tetapi kebijakan UE berpengaruh cukup besar terhadap kebijakan Swiss, mengingat UE merupakan mitra dagang utama Swiss.

Selain itu, pelarangan total penggunaan biofuel dari kelapa sawit oleh Norwegia pada Juni 2017 juga dikhawatirkan akan mempengaruhi Swiss, dimana Swiss bersama dengan Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein merupakan anggota European Free Trade Association (EFTA) yang beroperasi secara pararlel dengan UE dan juga terlibat pada European single market.

Duta Besar RI untuk Swiss, Linggawaty Hakim dalam kesempatan itu menjelaskan, meskipun berada di tengah Eropa, Swiss mengadopsi pendekatan positif terhadap komoditas kelapa sawit khususnya dari Indonesia. "Alih-alih memboikot sawit seperti Norwegia, Swiss malah secara aktif menyalurkan bantuan pembangunan dan pembinaan bagi produksi berkelanjutan kelapa sawit di Indonesia."

Indonesia Business  Forum di Zurich ini diadakan sebagai rangkaian kunjungan delegasi kelapa sawit Indonesia ke Swiss untuk tujuan utama mendobrak hambatan non-tarif dan diskriminasi terhadap sawit. Delagasi, pada tanggal 26-27 September 2017, juga menghadiri forum publik World Trade Organization (WTO) dan pertemuan dengan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa.

Diselenggarakannya acara ini diharapkan akan terjalin networking dan hubungan yg lebih erat dengan kalangan bisnis di Swiss. Selain juga untu meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan benar tentang sawit serta meningkatkan ekspor minyak sawit Indonesia ke Swiss yang potensinya cukup besar. (rm)

BACA JUGA: