Tersangka kasus korupsi e-KTP Setya Novanto kembali mengajukan praperadilan yang kedua, setelah sebelumnya dinyatakan menang. Kali ini Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Kusno turun tangan langsung untuk mengadili praperadilan.

"Bukan hanya saya saja, tapi hakim itu pada hakikatnya semuanya profesional. Jadi akan mendengar dengan cermat, akan membaca dengan teliti, mempertimbangkan dengan bijaksana demikian juga dalam mengambil putusan," kata Kusno, Rabu (22/11).

Rencananya sidang perdana dilakukan pada 30 November 2017. Dia berharap agar pada saat itu kedua kubu yaitu tim kuasa hukum Novanto dan tim biro hukum KPK bisa datang sehingga praperadilan itu bisa segera diselesaikan.

Menurut Kusno, unsur pimpinan pengadilan hanya akan turun tangan mengadili perkara yang menarik perhatian masyarakat. Sebab, Kusno mengaku tugasnya sebagai wakil ketua sudah cukup banyak, seperti terkait penetapan izin pengadilan terkait penggeledahan, penyitaan, perpanjangan penahanan, dan lainnya.

Kusno sempat menceritakan pengalamannya dalam mengadili perkara yang menarik perhatian publik. Dia menyebut perkara Susno Duadji sedangkan untuk praperadilan, dia mengaku pernah menangani Bibit-Chandra hingga Jhon Kei.

"Kalau pidana yang mungkin saya selaku hakim anggota kasus Irjen Susno Duadji, saya juga hakim anggotanya. Praperadilan, Bibit-Chandra, saya juga waktu itu juga praperadilannya Jhon Kei itu perkara menonjol di PN Jaksel waktu saya jadi hakim," ujarnya.

Kusno juga pernah mengadili dan memeriksa praperadilan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh dalam kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101. Dalam putusan yang diketok pada (10/11) lalu, Kusno menolak seluruh permohonan pemohon.

Sebelum menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jaksel, Susno pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Pontianak pada 2016. Baru kemudian pada sekitar Juli 2017 dilantik menjadi Wakil Ketua PN Jaksel.

Dia telah menjadi hakim selama 26 tahun. Ia mengaku belum pernah ada orang yang mencoba mendekatinya seperti suap terkait penanganan perkara. "Saya kira tidak ada itu," kata Kusno.

KPK menerbitkan surat perintah penyidikan Novanto pada 31 Oktober 2017. Novanto selaku anggota DPR disangka bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi terkait proyek pengadaan e-KTP.

KPK menjerat Novanto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (dtc/mfb)

BACA JUGA: