Kasus dugaan penyimpangan pengadaan helikopter Agusta Westland (AW) 101 terungkap. Penyidik POM TNI menetapkan 3 orang tersangka dari unsur militer dalam kasus yang berpotensi merugikan keuangan negara Rp 220 miliar.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan investigasi dimulai berawal dari perhatian Presiden Joko Widodo terkait pengadaan helikopter untuk TNI AU pada tahun 2016.

"Presiden menanyakan mengapa ini terjadi seperti ini, bagaimana ceritanya," kata Gatot menceritakan awal investigasi pengadaan Heli AW 101 dalam jumpa pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/5).

Ia menjelaskan dalam rapat terbatas pada 3 Desember 2015, Presiden Jokowi berbicara soal kondisi perekonomian Indonesia dan meminta agar pembelian helikopter AW 101 ditunda. Namun saat itu perjanjian kontrak pengadaan sudah diteken pada 29 Juli 2016 antara TNI Mabes AU denagn PT Diratama Jaya Mandiri.

Namun kemudian Panglima TNI mengirimkan surat kepada Kepala Staf TNI Angkatan Udara tanggal 14 September 2016. Surat tersebut berisi pembatalan pembelian heli angkut AW 101.

"Ini saya jelaskan kepada presiden tapi poin tidak secara keseluruhan," ujarnya.

Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi sambung Gatot menanyakan kerugian keuangan negara akibat pengadaan helikopter. Saat itu Gatot memperkirakan kerugian negara Rp 150 miliar.

Namun Presiden Jokowi punya jawaban berbeda ia memperkirakan kerugiannya lebih dari Rp 200 miliar. "Bayangkan kalau seorang Panglima TNI menyampaikan seperti itu presidennya lebih tahu, kan malu saya. Presiden memerintahkan kejar terus panglima, kita sekarang sedang berusaha mengumpulkan tax amnesty," terang Gatot soal perbincangannya dengan Jokowi.

Setelah itu Gatot menyatakan akan membentuk tim investigasi dengan mengeluarkan surat perintah Panglima TNI tanggal 29 Desember 2016. Penyidikan ini menurut Gatot dimulai dari investigasi yang dilakukan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) KSAU kemudian mengirim hasil investigasi pada 24 Februari 2017.

Penyidik POM TNI menetapkan tiga orang tersangka yakni Marsma TNI FA yang bertugas pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa: kedua Letkol W, sebagai pejabat pemegang kas dan tersangka ketiga adalah Pelda S yang diduga menyalurkan dana-dana terkait pengadaan ke pihak-pihak tertentu.

"Dari hasil penyelidikan POM TNI bersama-sama KPK dan PPATK terhadap dugaan penyimpangan pengadaan helikopter AW 101 TNI AU, hasil sementara perhitungan ditemukan potensi kerugian negara diperkirakan Rp 220 miliar dengan basis perhitungan saat itu nilai tukar 1 USD Rp 13 ribu. Jadi luar biasa presiden menghitungnya begitu cepat dan hasilnya seperti ini," sebut Gatot. (dtc/mfb)

BACA JUGA: