Hakim memvonis mantan anggota DPR Komisi V Musa Zainuddin 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim juga memerintahkan Musa membayar uang pengganti senilai Rp 7 miliar serta pencabutan hak politik selama 3 tahun usai menjalani masa pidana pokok.

Musa terbukti menerima suap Rp 7 miliar terkait proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. "Mengadili, menyatakan terdakwa Musa Zainudin terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Mas´ud di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (15/11).

Majelis hakim menyatakan Musa selaku anggota komisi V DPR terbukti menggerakkan usulan program tambahan prioritas atau dana optimalisasi proyek pembangunan dalam proyek pembangunan jalan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara. Musa terbukti menerima fee dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng.

Hakim Mas,ud menjelaskan sehari sebelum persetujuan komisi V DPR terhadap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyt (PUPR) terhadap APBNP 2016. Terdakwa bertemu Dwi Kus dan Faisal Yufri di DPR menanyakan program optimalisasi dan apakah sudah masuk banggar dan ternyata sudah masuk ke rencana kerja Kementerian. Ternyata sudah masuk dan sudah disetujui dewan untuk jadi DIPA tahun anggaran 2016 DPR, dilakukan terdakwa setelah bertemu Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary dan rekanan kontraktor di Maluku Abdul Khoir selaku Direktur PT Windhu Tunggal Utama, setelah mendapat kepastian usulan akan dikerjakan Abdul Khoir dan So Hok Seng alias Aseng dengan mendapat fee 8 persen dari 2 kontraktor tersebut.

"Menimbang dengan demikian janji pemberian uang dari Abdul Khoir dan So Hok Seng alias Aseng pada terdakwa telah terwujud, dengan tujuan untuk menggerakkan agar terdakwa berbuat sesuatu yakni mengusulkan dana optimalisasi di Maluku menjadi RK di dikerjakan kontraktor dengan menerima fee," imbuh hakim.

Majelis hakim menyatakan pemberian fee itu diawali dengan serangkaian pertemuan antara Musa dengan Abdul Khoir, So Hok Seng dan Amran HI Mustary. Majelis menyatakan keempatnya terbukti bersama-sama melakukan korupsi.

Kesepakatan terdakwa menambah dana optimalisasi di DPR dengan imbalan fee 8 persen, dengan imbalan proyeknya dikerjakan Abdul Khoir dan So Hok Seng dan dengan sepengetahuan Amran HI Mustary. Sehingga pengerjaan proyek di Maluku harus melalui satu pintu seizin Amran Mustary. Terbukti terdapat kerja sama Abdul Khoir, dan Amran Mustary maka unsur dilakukan bersama-sama dan turut serta telah memenuhi.

Berdasarkan fakta hukum Musa terbukti menerima imbalan fee senilai Rp 7 miliar dari pengerjaan proyek Jalan Taniwel-Saleman dan Jalan Piru Waisala. Uang itu diberikan Abdul Khoir dan Amran melalui staf terdakwa Mutakin.

Abdul Khoir dan So Hok Seng mengakui telah mengeluarkan uang Rp 8 miliar dari jumlah tersebut diambil Rp 1 miliar Jaelani sedangkan uang Rp 7 miliar seba diserahkan Mutakin staf terdakwa dengan demikian penyerahan uang telah terjadi.

Dalam pertimbangannya hakim menyatakan hal yang memberatkan Musa ialah merusak citra perwakilan rakyat, memberikan keterangan berbelit-belit di persidangan dan belum mengembalikan uang hasil korupsi. Sementara hal yang meringankan ialah belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.

Musa terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (dtc/mfb)

BACA JUGA: