JAKARTA, GRESNEWS. COM - Terkait polemik pembelian senjata yang disoal Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. DPR justru mempertanyakan kinerja Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) hingga timbul kekisruhan saat ada impor senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) milik Korps Brimob Polri.

Anggota Panja Undang-Undang Industri Pertahanan DPR RI dari Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf mempertanyakan kinerja KKIP yang diketuai langsung Presiden dalam melaksanakan amanah Undang-Undang No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

"Kisruh impor senjata Polri seharusnya tidak terjadi jika KKIP menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai Pasal 21 UU Industri Pertahanan," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Rabu (4/10). Amanat Pasal 21 UU tersebut yaitu, menetapkan dan mensingkronisasi pembelian senjata atau alutsista TNI, Polri, dan lembaga lain baik di dalam maupun luar negeri.

Menurut Almuzzammil, semangat UU Industri Pertahanan adalah membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Jadi TNI dan Polri wajib mendahulukan penggunaan produk senjata dalam negeri. "Jika terpaksa harus impor maka undang-undang ini memerintahkan wajib mendapat persetujuan KKIP." ungkap politisi PKS, seperti dikutip dpr.go.id.

Disebutkan Muzzammil , pimpinan dan anggota KKIP ini terdiri dari Presiden sebagai Ketua, Menteri Pertahanan sebagai Ketua Harian, dan Menteri BUMN sebagai Wakil Ketua. "Adapun anggota KKIP di dalamnya termasuk Panglima TNI dan Kapolri. "Jadi kekisruhan ini tidak akan terjadi jika KKIP melakukan koordinasi dan melaksanakan perintah UU dalam pengadaan senjata atau alutsista,” tandasnya.

Muzzammil menegaskan Polri harus memiliki semangat yang sama dengan undang-undang ini untuk membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri apalagi senjata yang dibutuhkan bukan senjata serbu tapi untuk tugas keamanan dan ketertiban masyarakat.

Ditambahkannya, kalau pun  harus impor maka undang-undang ini memerintahkan impor alutsista tidak boleh melalui broker tapi harus G to G atau langsung ke pabrikan. Dimana juga dalam ketentuannya disyaratkan wajib mengikutsertakan industri pertahanan dalam negeri, kewajiban alih teknologi, jaminan tidak adanya potensi embargo, adanya imbal dagang, dan ada kandungan lokal.(rm)

BACA JUGA: