JAKARTA, GRESNEWS.COM - Memasuki tahun politik 2019, APBN 2018 dinilai sangat rentan disusupi agenda politik. Program-program pembangunan yang dirancang sebelumnya berpotensi disetir untuk penguatan basis-basis politik tertentu, sehingga anggaran tak lagi murni untuk mencapai target pembangunan. "Untuk itu pelaksaan APBN 2018 perlu diawasi," ujar Anggota Komisi XI DPR RI Geri Gunawan dalam rilisnya, Selasa (19/9).

Ia mengatakan bawah Tahun 2018 menjadi tahun krusial karena tahun tersebut menjelang pileg dan pilpres 2019. Hal ini penting untuk mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tetap fokus dan konsisten melaksanakan APBN 2018.

"Jangan sampai seluruh program yang ada disulap menjadi alat penguatan basis-basis politik dan sarana kampanye pencitraan. Apalagi, Pak Jokowi sebagai incumbent diperkirakan akan maju sebagai calon Presiden 2019." tambahnya.

Ia menyebut pembagian sertifikat yang kerap dilakukan Jokowi,  lebih merupakan bagian dari pencitraan. "Itu adalah pekerjaan teknis yang bisa dilakukan aparatur kementerian atau Pemda," ujarnya.

Menurutnya Presiden tak perlu larut dalam pekerjaan sangat teknis. Tapi yang harus dipikirkan presiden saat ini adalah potensi dikuasainya tanah rakyat oleh pemodal besar. Krusial lagi untuk dipikirkan Presiden adalah utang negara yang sudah mencapai Rp3.779.

Selain itu,  presiden lebih baik berfokus pada soal ketimpangan ekonomi yang mencapai 0,39, kemiskinan yang mencapai angka 27,77 juta jiwa, rata-rata anak bersekolah yang masih di bawah 8 tahun, serta ancaman disintegrasi; bahaya bangkitnya PKI, sampai tragedi kemanusiaan Rohingya. Itu adalah tugas berat yang dipikul Presiden.

"Tahun 2018, sebaiknya Pak Jokowi konsentrasi agar pelaksanaan APBN 2018 berjalan sesuai rencana dan tetap pada rules yang ada," kata politisi dari Gerindra itu, seperti dikutip dpr.go.id.

Disebutkannya,  belanja RAPBN 2018 dipatok sebesar Rp 2.109 triliun. Naik 5 persen (Rp 15,5 triliun) dari APBNP 2017. Kenaikan belanja paling besar ada di belanja pusat sebesar Rp 1.443 triliun atau naik 7 persen dari APBNP 2017.

Pada konteks ini, menurutnya ada beberapa item belanja yang perlu diwaspadai disetir untuk tujuan politik antara lain: anggaran perlindungan sosial tersebut terdiri dari subsidi di luar subsidi pajak sebesar Rp161,6 triliun, Program Keluarga Harapan (PKH) yang naik dari Rp9,98 triliun menjadi Rp 17,3 triliun di 2018.

Program lain juga mengalami kenaikan, seperti Program Indonesia Pintar dari Rp9,5 triliun menjadi Rp10,8 triliun, Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga miskin dan penerima bantuan iuran (PBI) ditetapkan sebesar Rp25,5 triliun. Lalu, bantuan pangan Rp13,5 triliun dan dana desa Rp60 triliun.

Dikatakannya, patut terus dingawasi pelaksanaan APBN 2018 agar tidak melenceng dari tujuannya. Rakyat Indonesia harus tahu bahwa anggaran itu salah satunya bersumber dari utang negara yang sejak Januari 2017 sudah bertambah Rp313 triliun. "Itu semua adalah hak seluruh rakyat Indonesia sehingga wajib hukumnya untuk terus diawasi dan dimintai pertanggungjawabannya secara transparan," tambah Heri. (rm)

BACA JUGA: