Densus Tipikor Polri segera dibentuk akhir tahun 2017. Meski demikian, Jaksa Agung M Prasetyo enggan masuk dalam Densus Tipikor.

"Kami tetap mengacu pada KUHAP di mana di situ diatur JPU menerima hasil penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan penyidik Polri, apakah itu kalau dulu Bareskrim dan sekarang untuk korupsi akan dilakukan Densus," ujar Prasetyo di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10).

Menurut Prasetyo, ada beberapa hal yang membuat pihaknya tidak dapat bergabung dengan Densus Tipikor. Salah satunya kata dia ialah soal pijakan hukum. "Karena untuk menyatukan diri dengan Densus yang ada, terutama terkait independensi dan juga belum ada UU-nya sebagai dasar penyatuan itu," ucap dia.

"Di samping itu, saya ingin menyampaikan menghindari ada anggapan nanti ini dianggap saingan KPK," imbuh Prasetyo.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III pada September lalu, Prasetyo menolak Kejagung bergabung ke Densus Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurutnya, Densus Tipikor akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga penegak hukum lain.

"Saya ingin sampaikan bahwa kejaksaan dan jaksa tidak selayaknya ditarik untuk bergabung dalam lembaga baru Polri tersebut karena dengan demikian akan mengurangi independensi masing-masing penegak hukum. Kami khawatir dengan adanya tumpang tindih dan terdegradasi satu sama lain institusi penegak hukum yang ada," kata Prasetyo.

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menanggapi dengan legawa penolakan Kejaksaan Agung mengirimkan jaksanya ke Densus Antikorupsi Polri. Menurutnya, saat ini fokus Polri adalah merealisasi pembentukan densus, sementara keterlibatan jaksa dalam penanganan perkara di densus hanya rencana teknis.

"Ya, nggak apa-apa. Sekarang kan kita juga punya Dittipikor (Direktorat Tindak Pidana Korupsi), Dittipikor cuma dinaikkan dengan kekuatan lebih besar dan dikendalikan Kapolri, lebih efektif. Kalau jaksa nggak mau terlibat, nggak apa-apa," kata Setyo. (dtc/mfb)

BACA JUGA: