Ketua majelis hakim Franky Tumbuwun yang mengadili kasus suap proyek pengadaan satellite monitoring (satmon) di Badan Keamanan Laut (Bakamla) menanyakan tentang penerimaan uang ke Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo.

"Maaf kalau pertanyaan ini agak sensitif dan tidak menyenangkan. Dalam proyek pengadaan satmon saksi pernah tidak menerima sesuatu apakah uang atau barang?" tanya hakim Franky dalam persidangan terdakwa Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta di PN Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (28/4/2017).

"Tidak pernah. Yakin Pak," jawab Arie.

Arie yang bersaksi mengenakan batik berwarna biru juga ditanya hakim Eva mengenai berapa sebenarnya besaran anggaran untuk proyek satmon.

Arie menjelaskan untuk satmon Rp 222 miliar namun proyek tersebut  masih berjalan. Dari penilaian Bakamla baru 70 persen selesai. "Termin sudah kedua, tapi akibat ada peristiwa ini, pembayaran dihentikan," ujar Arie.

Hakim Eva kemudian mengonfirmasi mengenai adakah perintah dari Arie kepada Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi mengenai pembagian fee 2 persen yang merupakan bagian awal dari fee 7,5 persen.

"Nantinya dibagikan kepada Bambang Udoyo Rp 1 miliar, pada Novel Hasan Rp 1 miliar, dan Rp 2 miliar kepada Eko Susilo Hadi," tanya hakim Eva.

"Tidak pernah," jawab Arie.

Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta didakwa memberi suap SG$ 209.500, US$ 78.500, dan Rp 120 juta. Uang tersebut dijelaskan jaksa dalam dakwaan diberikan kepada Eko Susilo Hadi selaku Deputi dan Kuasa Pengguna Anggaran Bakamla TA 2016, Direktur Data dan Informasi Bambang Udoyo, Kabiro Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasan, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kasubag TU Sestama.

Arie juga mengaku baru tahu tentang adanya pembagian fee 7,5 persen berkaitan dengan proyek pengadaan satellite monitoring (satmon). Saat tahu tentang hal itu, Arie mengaku mengonfirmasinya ke salah satu staf khususnya, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi.

"Tahu adanya alokasi 7,5 persen yang merupakan bagian dari 15 persen, yang akan diberikan kepada Bakamla. Pemberitahuan tersebut mengenai besaran persentase dari Ali Fahmi kepada saksi ini dalam pertemuan formal dalam ruangan saksi atau bagaimana atau bagaimana?" tanya salah satu pengacara terdakwa Stefanus dan Okta.

"Seperti saya tulis di BAP (berita acara pemeriksaan), begitu saya dengar dari luar bahwa sudah terjadi pembagian seperti itu. Ali Fahmi saya panggil, saya klarifikasi apa benar seperti itu. Di ruang kaca di ruang tamu saya. Tidak bercerita gamblang, ´kemungkinan ya ada beberapa staf bapak yang terima mungkin´," jawab Arie.

Arie menjelaskan, selama proyek pengadaan satmon berjalan di Bakamla, Fahmi jarang memberi laporan terkait progresnya. "Jarang Pak, tidak," jawab Arie singkat.

Arie kemudian diminta menjelaskan mengenai fungsi dari satmon itu sendiri. Menurut Arie, satmon digunakan untuk memonitor percakapan di laut.

"Kami bisa memonitor percakapan di laut, untuk bisa memudahkan, sebagai alat batu surveillance system yang terintegrasi antara coastal radar dan satellite, dan long range camera," ujar Arie.

Saat ini, lanjut Arie, pengoperasian satmon baru ada di Jakarta dan Semarang. Akan tetapi pada dasarnya proyek pengadaan ini untuk kepentingan nasional.

"Untuk kepentingan nasional di seluruh perairan yurisdiksi Indonesia. Sementara (pengoperasian) di Semarang dan Jakarta," ujar Arie.

Proyek pengadaan satmon disetujui senilai Rp 400 miliar yang dananya berasal dari APBN Perubahan 2016. Hingga saat ini disebutkan pengerjaan proyek ini sudah mencapai 80 persen dan tinggal proses uji coba. (dtc/mfb)

BACA JUGA: