JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim Kunjungan Spesifik Komisi IV DPR mempersoalkan tindakan penyegelan Pabrik Gula (PG) Tersana Baru, Cirebon, Jawa Barat oleh Kementerian Perdagangan. Menurut Tim, penyegelan pabrik gula milik BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia II itu mengakibatkan keresahan masyarakat terutama para petani temu.

Seperti diketahui Kementerian Perdagangan beberapa waktu lalu melakukan penyegelan terhadap PG Tersana Baru dengan alasan produk gula yang dihasilkan oleh PG Tersana tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

terhadap Pabrik Gula (PG) Tersana Baru milik BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia II di Cirebon, Jawa Barat, tergolong kasus baru. Sehingga membuat resah masyarakat terutama para petani. Penyegelan dilakukan karena mutu gula yang dihasilkan tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

Wakil Ketua Komisi IV DPR sekaligus Ketua Tim Kunjungan Spesifik Komisi IV DPR Herman Khaeron menilai kasus penyegelan pabrik gula milik BUMN itu merupakan kasus baru. Penyegelan itu juga dinilai justru meresahkan masyarakat.
Untuk itu pihaknya meminta kepada otoritas keamanan pangan dan perdagangan agar tidak mengambil tindakan yang meresahkan apabila terkauit hajat hidup rakyat.

"Ke depan harus ada upaya yang lebih baik, gunakan pendekatan persuasif," ujar Herman usai membuka segel PG Tersana Baru bersama dengan Penyidik Kementerian Perdagangan di Cirebon, Jabar, Kamis (7/9).

Herman mengatakan, mutu gula yang tidak baik bukan semata-mata karena proses yang salah, tapi bisa jadi karena cara penyimpanan gula yang terlalu lama. Sehingga mengubah nilai kandungan gula. Padahal hasil uji lab BPOM gula tersebut tidak mengandung bahaya dan layak dikonsumsi, hanya perlu di reproduksi.

Ia menyebut penyegelan ini hanya persoalan komunikasi yang kurang baik antara BUMN dan Kementerian Perdangan. "Kita harap kedepan ini tidak terjadi lagi. Sebab, dampak dari penyegelan bukan hanya dirasakan BUMN yang menjual  gula-gula tersebut, tetapi juga dirasakan para petani tebu,” bebernya.

Politikus Partai Demokrat ini juga mengkritisi langkah pemerintah yang ingin mewujudkan swasembada gula. Namun disisi lain lahan tebu kian menipis.

"Bagaimana swasembada bisa terwujud kalau lahan terus menyusut setiap tahun. Solusi keberlangsungan usaha ini ada di tangan petani, mereka harus didukung, dibekali pengetahuan, modal, dan aturan yang sedikit dilonggarkan, agar ke depan minat untuk bertani tebu semakin tinggi dan jalan menuju swasembada pangan semakin dekat," ujarnya.

Apalagi menurut Herman, banyak keluhan petani yang menilai harga beli gula oleh Bulog sangat rendah. Untuk itu Komisi IV akan memfasilitasi Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian,  BPOM untuk duduk bersama operator mencari solusi yang sejalan menuju swasaembada gula nasional.

Ketua APTRI Jawa Barat Nana Karnadi dalam kesempatan itu menyebut harga yang ditawarkan Bulog tidak masuk dan tidak sesuai bagi petani. Hal itu jika merujuk hasil panen dan ongkos perawatan dan biaya sewa tanah yang mahal. Sementara harga yang ditawarkan jauh lebih rendah dari harga yang diminta petani.

"Dengan harga segitu sama saja kita dipaksa untuk merugi. Ongkosnya saja sudah lebih dari angka itu. Malah yang ada saat ini, harga yang ditawarkan Bulog ini dikhawatirkan akan merusak harga gula di pasaran," keluhnya.

Menurutnya para investor dan pembeli bisa saja hanya membeli gula dengan acuan harga yang ditawarkan oleh Bulog. PIhaknya menyatakan menolak harga yang diajukan oleh Bulog. "Kami minta kepada Anggota DPR RI agar aspirasi ini disampaikan kepada pemerintah," pintanya. (rm)

BACA JUGA: