Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ikut merespons keputusan sepihak Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. SBY menyebut Presiden AS Donald Trump masih bisa membatalkan keputusannya.

"Belumlah terlambat bagi Presiden Trump utk membatalkan keputusan & kebijakannya yang "menetapkan" Yerusalem sbg ibukota Israel," kata SBY lewat akun Twitter @SBYudhoyono, Sabtu (9/7).

SBY yakin rakyat AS tidak ingin disalahkan sejarah akibat tindakan pemimpinnya. Sebab, klaim sepihak AS soal Yerusalem malah mengganggu perdamaian dunia.

"Saya yakin rakyat Amerika tidak ingin disalahkan sejarah akibat tindakan pemimpinnya, perdamaian & keamanan dunia terancam & memburuk," sambungnya.

Dalam cuitan yang diberi tanda *SBY*, presiden ke-6 RI ini juga mencuit dalam bahasa Inggris. Dua kalimat pernyataannya di-tweet ulang dengan versi terjemahan bahasa Inggris.

Soal klaim sepihak AS, Presiden Joko Widodo (Jokowi)  sedang mengupayakan konsolidasi dengan para pemimpin negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Jokowi terus berkomunikasi via telepon dengan para pemimpin negara OKI guna mencari solusi atas permasalahan Yerusalem.

Jokowi berkomunikasi memastikan kehadiran pemimpin negara dalam forum OKI pada 13 Desember mendatang. Jokowi akan ikut menghadiri pertemuan tersebut di Istanbul, Turki.

Sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel membuat  dunai bergolak.Sikap Trump itu terbaca sejak pekan lalu dan baru diumumkan resmi pada Kamis dini hari kemarin.

"Dua hari yang lalu saya terkejut dan sampai sekarang masih dongkol dan jengkel," kata Jokowi dalam pidato pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (8/12).

"Kita ini sedang bicara mengantisipasi sikap Korea Utara. Eh, ternyata dikejutkan oleh sikap yang satunya lagi: pemerintah Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," tutur Jokowi.

Ini adalah pernyataan tegas Jokowi kedua selama 24 jam terakhir terkait sikap AS yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pada Kamis siang kemarin, 11 jam setelah Trump membacakan sikap AS, Presiden Jokowi langsung menyatakan mengecam kebijakan tersebut.

Selama ini sejak zaman Presiden Sukarno, Indonesia berada di barisan pembela Palestina. Hubungan Indonesia dengan Palestina memang sudah terjalin lama. Bahkan sejak Bung Karno belum memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Dalam buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri karya M. Zein Hassan, dukungan rakyat Palestina untuk kemerdekaan Indonesia itu terjadi sejak 1944. Melalui siaran radio pada 6 September 1944 Mufti besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dan seorang saudagar kaya Palestina, Muhammad Ali Taher mewartakan dukungan tersebut.

"Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia," kata Ali Taher. Sejak itu masyarakat Palestina turun ke jalan melakukan aksi dukungan untuk kemerdekaan Indonesia.

Pada 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Di bawah Presiden Sukarno, Indonesia juga mendukung rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan dari penjajahan Israel.

Indonesia tak pernah mau mengakui negara Israel yang diproklamasikan oleh David Ben-Gurion pada 14 Mei 1948. Itulah sebabnya sejak zaman Bung Karno Indonesia tak pernah membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Bahkan pada 1957, Indonesia menolak bermain sepak bola melawan Israel jika pertandingan digelar di Tel Aviv maupun Jakarta. Indonesia hanya mau bermain di tempat netral tanpa lagu kebangsaan.

Sayang persatuan sepak bola dunia (FIFA) menolak usul RI. Padahal saat itu hanya tinggal satu langkah saja tim Indonesia lolos ke Piala Dunia. Indonesia tinggal memainkan pertandingan penentuan melawan Israel sebagai juara di wilayah Asia Barat.

Eks Wakil Komandan Pasukan Tjakrabirawa, Maulwi Saelan menceritakan bahwa Presiden Sukarno tetap melarang jika pertandingan itu digelar dengan diawali menyanyikan lagu kebangsaan Israel. "Itu sama saja mengakui Israel," kata Maulwi menirukan Bung Karno yang dikutip Historia.id.

Saelan yang saat itu juga sebagai penjaga gawang tim nasional dan pernah membawa Indonesia menahan imbang Uni Soviet dalam Olimpiade di Melbourne, 1956 terpaksa menuruti titah Bung Karno. "Ya, kita nurut. Enggak jadi berangkat," kata dia. (dtc/mfb)

BACA JUGA: