JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peluncuran peta baru NKRI oleh pemerintah mengundang reaksi dari China. Kementerian Luar Negeri China menyebut pemakaian nama baru untuk perairan di utara Kepulauan Natuna sebagai hal ´yang tidak kondusif´. "Negara-negara tertentu yang melakukan penamaan kembali, itu tak ada artinya sama sekali dan tidak kondusif dalam upaya mendorong standardisasi penamaan geografi," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, di Beijing, hari Jumat (14/7).

Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman mengumumkan secara resmi nama baru perairan di utara Kepulauan Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, yang diberi nama Laut Natuna Utara. Deputi I Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, pemerintah memilih nama Laut Natuna Utara berdasarkan penamaan yang telah lebih dulu digunakan industri migas untuk perairan tersebut.

"Selama ini sudah ada sejumlah kegiatan migas dengan menggunakan nama Natuna Utara dan Natuna Selatan. Supaya ada satu kejelasan dan kesamaan dengan landas kontinen, tim nasional sepakat menamakan kolom air itu sebagai Laut Natuna Utara," jelas Arif.

Arif menuturkan, proses penamaan yang dikerjakan lintas kementerian dan lembaga itu sesuai dengan standar yang ditetapkan International Hidrographic Organization dan ketentuan Electronic Navigational Chart. Pemerintah Indonesia, kata Arif, yakin penamaan itu tidak akan menyulut sengketa baru terkait Laut China Selatan. Ia mengatakan pemerintah pun tidak berkewajiban meminta pertimbangan maupun mempublikasikan penamaan itu kepada negara-negara tetangga.

"Pemerintah (Indonesia) punya kepentingan memperbarui nama karena landas kontinen itu milik Indonesia. Saya tidak tahu Malaysia dan negara lain perlu tahu," ujar Arif.

Namun Kementerian Luar China mengatakan mestinya negara-negara di kawasan ´menjaga suasana kondusif di perairan di Laut China Selatan´ yang diakui ´tak selalu mudah untuk dijaga atau dipertahankan´.

Proses penamaan Laut Natuna Utara dimulai sejak pertengahan tahun 2016. Menko Kemaritiman, Luhut Pandjaitan, kala itu berkata, penamaan itu vital untuk mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut.

"Pemerintah tidak ada sengketa dengan China di perbatasan karena Indonesia menggunakan zona maritim sesuai konvensi hukum laut. Peta Indonesia memiliki koordinat, tanggal, dan data yang jelas," ucapnya.

Arif menyatakan, pemerintah tak akan bernegosiasi dengan negara lain yang mengajukan klaim tanpa dasar konvensi hukum laut, termasuk China yang berkeras dengan peta sembilan garis putus mereka.

Pada Mei 2015, Kementerian Luar Negeri China memprotes penangkapan terhadap delapan nelayan mereka yang masuk perairan Natuna. China ´mengecam tindakan penembakan terhadap kapal nelayan China oleh TNI Angkatan Laut´ di perairan Kepulauan Natuna yang notabene ´merupakan wilayah tradisional penangkapan ikan China´. Indonesia menyatakan penangkapan dilakukan karena delapan nelayan tersebut melanggar zona ekonomi eksklusif dan diduga kuat melakukan pencurian ikan.

Terkait protes pemerintah China ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut perubahan nama itu hanya pada wilayah Indonesia. "Saya kira tidak sampai ke situ. Yang disebut hanya sekitar Natuna saja. Biasa kadang-kadang ada nama lokal," ujar Wapres JK disela-sela kunjungannya di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (15/7).

"Ya tapi itu kan nama-nama itu belum terdaftar secara internasional. Jadi hanya penyebutan lokal saja," ucapnya.

JK mengatakan akan mempelajari jenis keberatan China terhadap Indonesia terkait dengan perubahan nama tersebut. "Saya belum tahu apa macam keberatannya," kata JK. (dtc/mag)

BACA JUGA: