Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menjelaskan, proses damai atau pemberian restitusi kepada korban, tidak menghilangkan pidana yang dilakukan pelaku. Hal itu diungkapkan Semendawai dalam pertemuan para pengajar viktimologi se-Indonesia di kampus Universitas Balikpapan, Sabtu (22/4).

Pemberian restitusi, menurut dia, bisa jadi pertimbangan bagi hakim untuk memutus ringan terhadap kesalahan yang dilakukan pelaku kejahatan. "Restitusi (ganti rugi oleh pelaku kepada korban) suatu hal lain yang harus dipenuhi. Namun, demikian proses hukum tetap jalan," kata Semendawai.

Pernyataan itu dilontarkan Semendawai saat menjawab pertanyaan terkait, status hukum pelaku, jika yang bersangkutan telah membayarkan restitusi yang dilontarkan pengajar viktimologi dari Universitas 17 Agustus Samarinda Samsul Bahri. "Dalam proses damai antara pelaku dan korban, bagaimana dengan proses hukum terhadap pelaku? Apakah diteruskan atau tidak? Karena buat apa damai kalau masih diproses hukum," tanyanya.

Sementara itu, terkait pertanyaan sejak kapan restitusi sebaiknya dihitung, Semendawai berpendapat, sebaiknya dilakukan sejak awal kasusnya ditangani penyidik. Dari pengalaman LPSK, hal itu sudah dilakukan pada kasus seperti tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"LPSK sudah ada MoU dengan Polri dan itu (TPPO) sudah dilakukan. JPU pun sudah berinisiatif meminta penyidik berkoordinasi dengan LPSK untuk hitung kerugian korban pada waktu penyerahan berkas awal," tutur dia.

Direktur Reskrimum Polda Kaltim Kombes Hilman menambahkan, saat ini Polri memang belum banyak menghitung kerugian korban kejahatan sejak awal penanganan atau pemberkasan. Akan tetapi, menurut Hilman, keran untuk melakukan hal tersebut sudah dibuka.

"Perhitungan ganti rugi bagi korban sudah mulai dilakukan, bukan saja dalam penanganan kasus seperti tindak pidana terorisme, melainkan juga pada kasus-kasus lainnya seperti TPPO," kata Hilman.

Ketua APVI yang juga Dekan Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto Angkasa lebih menyoroti mengenai ganti rugi yang diberikan negara kepada korban atau biasa disebut kompensasi. Menurut dia, makna filosofis dari pemberian kompensasi yaitu negara telah gagal melindungi masyarakatnya.

"Kerugian masyarakat semisal karena jalan rusak sehingga menimbulkan korban jiwa, jika dilihat dari makna filosofis, pemberian kompensasi bagi hal itu dimungkinkan. Sekarang tinggal bagaimana kita bersuara untuk bersama-sama mendorong hal itu," tutur dia. (mag)

BACA JUGA: