JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pada tahun 2021 Indonesia akan menjadi negara penghasil listrik dari tenaga panas bumi terbesar di dunia. Proyeksi ini ditandai dari pertumbuhan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Panas bumi (PLTP) yang terus meningkat pesat dari tahun ke tahun.

"Berdasarkan hasil analisa kami kapasitas PLTP Indonesia akan mengalahkan produsen tenaga listrik panas bumi terbesar dunia, yakni Amerika Serikat dan Filipina pada tahun 2021," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, Minggu (10/9).

Indonesia diperkirakan akan bisa melampaui Filipina pada tahun 2018 sebagai negara pengguna energi panas bumi terbesar kedua di dunia dengan menghasilkan listrik panas bumi sebesar 2.023,5 MW. Melalui penambahan kapasitasi dari PLTP Sarulla (2 x 110 MW), PLTP Karaha (30 MW), PLTP Sorik Marapi (2 x 20 MW), dan PLTP Lumut Balai (55 MW).

Sementara itu berdasarkan roadmap yang ada, Indonesia akan melampaui Amerika yang memiliki kapasitas listrik panas bumi sebesar 3.559,5 MW itu pada 2021. Indonesia akan menjadi negara penghasil energi panas bumi terbesar di dunia.

Sebab saat ini perkembangan panas bumi di Filipina telah mendekati cadangan yang ada. Sementara perkembangan panas bumi di Amerika Serikat tidak ada peningkatan yang signifikan karena tidak adanya insentif pengembangan panas bumi disana.


Diakui Dadan, saat ini, pemanfaatan panas bumi untuk keperluan pembangkitan listrik di Indonesia baru 1.698,5 MW atau sekitar 10% dari cadangan yang ada. Padahal, sebanyak 331 titik lokasi potensi panas bumi yang menyebar di wilayah Indonesia sangat strategis untuk investasi dan memenuhi kebutuhan energi nasional sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN).

"Kami punya cadangan panas bumi sebesar 17.506 MW dan sumber daya sebesar 11.073 MW tapi belum dioptimalkan. Ini jadi peluang bagi para investor sekaligus memenuhi kebutuhan energi nasional," tutur Dadan, seperti dikutip esdm.go.id.

Dijelaskan Dadan, Pemerintah terus memberikan kemudahan para investor panas bumi melalui pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Tak cukup di situ, Pemerintah juga telah menerbitkan regulasi khusus mengenai panas bumi yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung serta peraturan-peraturan teknis lainnya.

Menurut Dadan, dua regulasi itu mengubah mindset lama bahwa pengembangan panas bumi bisa dilakukan di kawasan hutan konservasi karena tidak lagi dikategorikan sebagai usaha pertambangan.

Terbaru, Pemerintah juga menerbitkan Permen ESDM No. 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Poin penting dari aturan ini adalah penyempurnaan terkait Biaya Pokok Penyediaan (BPP).

"Untuk wilayah Timur, apabila BPP setempat lebih besar dari BPP Nasional maka harga listrik panas bumi merupakan 100% BPP setempat sehingga harga listrik panas bumi cukup menarik dan ekonomis untuk dikembangkan," tambah Dadan.

Sedangkan untuk wilayah barat, apabila BPP Setempat lebih rendah dari BPP Nasional maka harga listrik panas bumi ditentukan dengan mekanisme negosiasi secara Business-to-Business antara Badan Usaha dan PLN yang tentunya dilaksanakan secara open book yang akuntabel untuk mengukur harga listrik yang sebenarnya berdasarkan cost structure sebuah proyek.(rm)

BACA JUGA: