JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM berpotensi menghemat biaya makan narapidana dan tahanan sebesar Rp 174 miliar sepanjang tahun 2017. Potensi penghematan itu berasal dari anggaran ke biaya narapidana yang tidak terlaksana karena napi itu mendapat pembebasan bersyarat/remisi

"Hal ini berkat penghematan hari tinggal dari program pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), cuti menjelang bebas (CMB) yang dikalikan masing-masing dengan biaya makan narapidana/tahanan rata-rata per hari sebesar Rp14 ribu," kata Sekretaris Ditjen PAS, Sri Puguh Budi Utami, Jumat (22/12).

Utami mencontohkan jika seorang narapidana dipidana tiga tahun penjara kemudian yang bersangkutan berkelakuan baik dan mengikuti program pembinaan dengan hasil baik, maka ia bisa mendapat PB dan hanya menjalani masa pidana dua pertiga dari tiga tahun pidana.

"Yang bersangkutan hanya menjalani dua tahun penjara saja, sisanya selama satu tahun akan dihitung sebagai penghematan hari tinggal di lapas karena ia sudah dibebaskan. Artinya, potensi penghematan negara adalah 360 hari tinggal dikalikan Rp 14 ribu atau sebesar Rp5.040.000," tutur Utami.

Utami menambahkan sejak Januari hingga akhir Oktober 2017, ada 23.653 narapidana yang mendapat PB, 32.351 narapidana mendapat CB, dan 604 narapidana mendapat CMB sehingga diperoleh angka penghematan Rp 174,3 miliar.

Untuk PB, rata-rata hari tinggal yang dihemat sebanyak 360 hari, CMB selama 120 hari, dan CB selama tiga bulan. "Optimalisasi PB, CMB, dan CB selain mengurangi daya tampung lapas/rutan yang berdampak pada lebih cepatnya narapidana bebas, juga memiliki implikasi ekonomi pada potensi penghematan keuangan negara," pungkas Utami seraya menyebut saat ini 526 lapas/rutan Indonesia dihuni sekitar 233 ribu narapidana dan tahanan.

Sebelumnya terungkap, jumlah tahanan/narapidana yang menembus 200 ribuan orang dan membuat anggaran makan mereka membengkak. Triliunan rupiah APBN digelontorkan per tahun untuk memberi makan penghuni LP/rutan, yang sebagian besar adalah pengguna narkotika.

Dalam satu hari, negara memberikan jatah makan Rp15 ribu untuk tiga kali makan. Uang jatah makan Rp15 ribu per hari itu masih dipotong keuntungan pihak katering. Dengan jumlah tahanan dan narapidana 200 ribuan orang, bila dikalikan Rp15 ribu per hari dan dikalikan 365 hari, dalam setahun APBN harus dikucurkan sebesar triliunan rupiah untuk makan tahanan/narapidana.

Tak heran jika revisi PP 99/2012 karena PP 99/2012 mendesak dilakukan. PP tersebut mempersulit pengguna narkoba mendapatkan remisi. Karena salah satu syaratnya harus mendapatkan surat justice collaborator (JC).

"Dengan hanya sebagai pemakai atau pengedar yang juga tidak terlalu jelas detail kategorinya dalam UU Narkotika, amat sulit bagi napi memenuhi syarat jadi JC yang diatur dalam PP 99/2012," kata peneliti Pusako Universitas Andalas Khairul Fahmi, beberapa waktu lalu. (dtc/mag)

BACA JUGA: