Nilai investasi proyek kereta ringan (Light Rail Transit/LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) membengkak dari Rp 26,7 triliun menjadi Rp 31 triliun. Perubahan nilai investasi ini membuat keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) tak mampu membiayai dana yang membengkak itu hingga dicari alternatif lain.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sendiri telah memastikan, KAI akan tetap menjadi investor pembangunan proyek LRT Jabodebek, sesuai dengan Perpres Nomor 49 tahun 2017.

Namun Budi mengakui, akan ada perubahan porsi pendanaan KAI sebagai investor pembangunan proyek LRT Jabodebek. Hal ini untuk mengakomodir keuangan PT KAI yang dinilai tak sanggup dengan membengkaknya nilai investasi tadi.

"Ada perubahan, tapi belum tahu, tergantung pembicaraan. Tapi pasti mayoritas, di atas 50%," katanya saat ditemui di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, Sabtu (25/11).

Budi bilang, perubahan porsi pendanaan itu selanjutnya dibicarakan lebih intensif dengan sejumlah menteri minggu depan. "Saya sudah bicara dengan Menteri BUMN, Menteri Keuangan, dan Menko Maritim untuk minggu depan dirapatkan," katanya.

Menurutnya KAI dan Adhi Karya akan tetap menjadi investor penyelenggaraan LRT Jabodebek, sesuai dengan Perpres penugasan yang diterbitkan tahun ini. Jika pun ada perubahan nilai investasi, menurutnya hal tersebut bisa dibicarakan kembali agar proyek bisa terus berjalan dengan tetap memperhitungkan kejelasan bisnis yang dijalankan.

"Dalam proyek konstruksi, kan dikenal value engineering. Itu adalah mencari satu titik keseimbangan yang optimal agar proyek itu lebih visible. Kemarin kan ada pilihan, ada moving block dan fixed block, ada tambah stasiun apa enggak. Nanti dioptimalisasikan saja. Jadi bagian-bagian pekerjaan yang memang belum mengkontribusikan satu proses bisnis, bisa kita taruh di belakang. Jadi saya sekaligus menyatakan investasi Kereta Api Indonesia bersama Adhi Karya tetap dilaksanakan," ujarnya. (dtc/mfb)

BACA JUGA: