JAKARTA, GRESNEWS.COM Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto menegaskan perlu adanya kepastian regulasi terkait pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk menggantikan energi fosil yang mendominasi kebutuhan energi di Indonesia. Agus mengakui, masih banyak tantangan dalam mengembangkan energi yang ramah lingkungan demi terciptanya udara yang bersih.

"Tantangan utama terletak pada kepastian regulasi dan aspek ekonomi dalam mengembangkan energi terbarukan," kata Agus dalam acara "The Parliamentary Role in Meeting the Clean Air Challenge", di Gedung DPR, Senayan, Kamis (5/10).

Selain itu, lanjutnya, dibutuhkan langkah yang berani berupa kebijakan dan kemauan politik secara bersama untuk dapat mendorong pengembangan energi bersih ramah lingkungan. Sebagai bentuk komitmen DPR, tambahnya, DPR telah menyelenggarakan kegiatan Senior Official Meeting (SOM) dengan mengangkat tema Potensi, Tantangan dan Usulan Solusi untuk Pengembangan Panas Bumi di Indonesia. Bertujuan memberikan solusi bagi pemerintah dalam menghadapi tantangan pengembangan energi EBT.

"Pertemuan tersebut telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tingkat Kementerian dan telah memberikan kesamaan visi dan sinergi positif lintas sektoral antara para pemangku kepentingan," jelas politisi dari F-Demokrat ini.

Indonesia memang diharapkan dapat meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) hingga mencapai 23 persen pada tahun 2025. Penggunaan EBT diharapkan dapat mengantikan energi fosil yang terus mengalami penurunan cadangan yang semakin terbatas.

Agus mengatakan, untuk mewujudkan target 23 persen yaitu dengan melakukan peningkatan penggunaan sumber daya energi terbarukan atau energi yang ramah lingkungan. "Kebijakan EBT telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak, yang mana energi terbarukan ditargetkan mencapai 23% pada tahun 2025," paparnya.

Dia menambahkan, DPR akan mencoba mengkaji kondisi pengembangan energi terbarukan yang ada saat ini terutama energi Panas Bumi yang cadangannya merupakan terbesar di dunia. Berdasarkan data terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), lanjut Agus, disebutkan bahwa kebutuhan energi Indonesia dipasok dari sumber energi fosil, seperti minyak bumi 46%, gas alam 18%, batubara 21%. Sementara, energi terbarukan hanya berkontribusi sebanyak 5%.

Padahal, tambahnya, emisi karbon dioksida (C02) yang dihasilkan dari pemanfaatan batubara, minyak bumi dan gas alam cukup tinggi jika dibandingkan dengan energi terbarukan. Sebagai contoh, emisi yang dihasilkan dari energi panas bumi 1000 kali lebih rendah dibanding emisi dari energi batubara dan minyak bumi.

Menyinggung soal emisi dari energi fosil, Agus menjelaskan, Pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030 seperti yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo, saat menghadiri The 21th Conference of the Parties (COP 21) di Paris.

Hasil dari COP21 yang dikenal dengan Paris Agreement ini memuat target untuk menjaga ambang batas peningkatan suhu bumi di bawah 2 derajat Celcius dan telah diratifikasi dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 19 Oktober 2016 tahun lalu.

"Saya mengajak kita untuk menetapkan tekad bersama memacu pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan agar target menurunkan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030 dapat tercapai," tandas politisi F-Demokrat ini. (mag)

BACA JUGA: