JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana Panita Khusus Hak Angket KPK untuk berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo tak menggoyahkan sikap KPK atas komitmen Jokowi mendukung pemberantasan korupsi. "Soal ke Presiden, kami memilih tidak mengomentari hal tersebut, dan saya yakin Presiden tetap pada apa yang disampaikan berulang kali soal mendukung pemberantasan korupsi, termasuk mendukung penguatan KPK," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Selasa (19/9).

Meski begitu, Febri mengaku belum mengetahui apakah Pansus Angket akan menemui Jokowi secara pribadi atau kelembagaan. Sebab, kata dia, perlu disampaikan melalui surat.

"Saya belum tahu informasi, apakah itu pernyataan beberapa orang atau sikap Pansus dan DPR karena perlu disampaikan secara kelembagaan, seperti surat. Kami belum tahu itu," ujarnya.

Sebelumnya, Pansus Angket telah meminta pimpinan DPR mengirim surat kepada Presiden Jokowi. Hal tersebut dilakukan untuk berkonsultasi kepada Jokowi.

"Kami telah meminta kepada pimpinan DPR untuk menyurati Presiden agar Pansus bisa berkonsultasi dalam rangka konsultasi dengan Presiden," ujar Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Teuku Taufiqulhadi di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (13/9).

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membenarkan adanya perbedaan pendapat pimpinan DPR soal rencana pertemuan Pansus Angket KPK dengan Presiden Joko Widodo sebelum sidang paripurna. Membela Pansus Angket, Fahri menyebut wacana rapat konsultasi Pansus dengan Presiden bukan bentuk intervensi.

"Memang ada dua pendapat. Pertama mengatakan kita sampaikan ini kepada Presiden sebelum sidang paripurna agar Presiden mengantisipasi temuan yang ada," ujar Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/9).

Namun ada pula pendapat hasil temuan Pansus lebih baik diserahkan kepada Presiden setelah sidang paripurna. Kedua pendapat itu masih dalam dialog dan akan dibahas saat rapim (rapat pimpinan). Bahkan, menurut Fahri, hal tersebut bisa dibawa dalam rapat badan musyawarah (bamus) bersama pimpinan fraksi.

"Tapi ada pendapat yang mengatakan, sebaiknya temuan yang dilaporkan kepada Presiden itu setelah paripurna agar yang disampaikan relatif sudah final dan melalui mekanisme laporan paripurna," kata dia.

"Saya kira dua hal ini yang sedang didialogkan dan tentu nanti dalam rapim kami akan bawa juga, kalau perlu dibamuskan akan kami bamuskan. Tapi intinya, dua pendapat itu sama-sama sedang berkembang dan kita lihat nanti mana yang akan diambil sebagai keputusan," lanjut Fahri.

Fahri menolak pendapat yang menyebut pertemuan Pansus Angket dengan Presiden sebagai bentuk intervensi. Menurutnya, konsultasi memang diperlukan karena dalam rapat tersebut tidak ada keputusan yang mengikat.

"Nggak (intervensi). Semua hal harus kita konsultasikan. Semua keputusan Pansus tidak dieksekusi oleh DPR. Yang bisa mengeksekusi itu Presiden. DPR bisa apa? Bisa ngomong doang kan," tukasnya.

"Sebenarnya, rapat konsultasi tidak ada keputusan yang mengikat. Konsultasi itu Presiden harus mendengarkan secara resmi apa yang menjadi dinamika yang terjadi di DPR sebagai lembaga yang nanti mengambil keputusan," sambung Fahri.

Jika Presiden mengabaikan hasil rekomendasi dari Pansus Angket KPK, Fahri menyebut, DPR mempunyai mekanisme lain. Dia yakin Presiden akan benar-benar mempertimbangkan hasil dari temuan Pansus.

"Presiden pasti terkena dari keputusan itu. Kecuali kalau Presiden mengabaikan, kalau Presiden mengabaikan, DPR punya mekanisme lain," tutur Fahri. (dtc/mag)

BACA JUGA: