JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pasal 27 Ayat (3) UU ITE sepertinya kembali akan memakan korban. Kali ini calon "korban" nya adalah serang penulis ilmiah yang bekerja di sebuah media massa yang bernama Ravio Putra. Ravio dilaporkan oleh seorang motivator bisnis Wempy Dyocta Koto gara-gara melontarkan kritik kepada Wempy lewat laman facebook miliknya.

Wempy melaporkan Ravio atas dasar pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh Ravio. Pelaporan dilakukan pada tanggal 21 Juni 2017 berdasarkan Laporan Polisi Nomor: SP.Dik/475/VIII/2017/Dit.Reskrimsus.

Tindakan Wempy ini sendiri kemudian mengundang kritik dari beberapa lembaga pemerhati masalah UU ITE seperti LBH Pers, Institute for Criminal Justice Refor (ICJR) dan LBH Jakarta. "Kami itu menilai, setelah melihat secara teliti poin-poin tulisan milik Ravio dan menyimpulkan bahwa apa yang ditulisnya merupakan suatu kebenaran, dan tidak memiliki muatan penghinaan," kata Nawawi Bahrudin dari LBH Pers, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Selasa (22/8).

Kasus pelaporan ini sendiri bermula saat Ravio mencantumkan sebuah tulisan di laman faceebooknya pada tanggal 27 Mei 2017 tentang hasil investigasinya terhadap Wempy. Ravio menuliskan hal tersebut karena menilai, beberapa hal yang disampaikan oleh Wempy selama ini ke publik tidak akurat atau terlalu di lebih-lebihkan.

Misalnya, klaim Wempy yang mengatakan ke publik bahwa dirinya sebagai CEO perusahaan konsultasi bisnis internasional bernama Wardour and Oxford, padahal perusahaan tersebut sudah tidak aktif sejak tahun 2012. Selain itu, Wempy juga mengklaim bahwa dirinya mendapatkan penghargaan sebagai Asia’s Highest Entrepreneurship Award.

"Setelah Ravio melakukan penelusuran ternyata tidak pernah ada istilah penghargaan tersebut. Masih banyak lagi hasil investigasi atau penelusuran yang dilakukan oleh Ravio yang dia tuangkan dalam tulisan di laman facebooknya," papar Nawawi.

Selain mencantumkan tulisan hasil investigasinya, Ravio juga mencantumkan bukti hasil pencariannya dalam bentuk screenshot berbagai sumber penelusurannya di bagian bawah tulisan. "Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pertanggung jawabannya atas penelusuran yang dia lakukan," terang Nawawi.

Pasca pencantuman tulisan, keesokan harinya Wempy merespons tulisan RP dengan manyampaikan beberapa klarifikasi. Namun secara tiba-tiba, Wempy mengirimkan somasi (peringatan) tertulis kepada Ravio melalui kuasa hukumnya tertanggal 7 Juni 2017. Didalam somasi tersebut disebutkan bahwa Ravio telah melakukan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan mendesak Ravio untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Wempy.

Saat ini Ravio sudah dipanggil dan diperiksa oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya tertanggal 16 Agustus 2017 dengan status sebagai saksi atas dasar dugaan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP juncto Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 36 Juncto Pasal 51 Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Fatalnya lagi, selain dikenakan pasal pencemaran nama baik, Ravio juga dikenakan pasal pencemaran nama baik yang mengakibatkan kerugian bagi pelapor yang diancam dengan pidana penjara maksimal 12 tahun. "Artinya jika status Ravio dinaikkan sebagai tersangka maka dirinya terancam ditahan oleh kepolisian," ujar Nawawi.

Berdasarkan penjelasan di atas, LBH Pers, ICJR dan LBH Jakarta menyampaikan pendapat. Pertama, tulisan yang dicantumkan oleh Ravio Patra di halaman facebooknya yang diperoleh dari hasil penelusurannya terhadap Wempy merupakan suatu kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kedua, perbuatan yang dilakukan oleh Ravio sama sekali bukan bentuk pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan karena yang disampaikan oleh Ravio merupakan suatu kebenaran. "Suatu kebenaran yang disampaikan ke publik apalagi diperoleh dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan bukan suatu tindakan pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan," kata Nawawi.

Dengan demikian perbuatan Ravio tidak masuk dalam unsur Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, 310 KUHP, dan 311 KUHP. Ketiga, Ravio melakukan hal tersebut untuk kepentingan umum karena publik harus mengetahui kredibilitas sebenernya yang dimiliki oleh Wempy, mengingat Wempy adalah seorang motivator dan konsultan bisnis yang sering menyampaikan klaim-klaim atas dirinya ke publik.

"Tindakan yang dilakukan untuk kepentingan umum bukanlah suatu tindak pidana pencemaran nama baik dan/atau penghinaan apalagi fitnah sesuai dengan Pasal 310 Ayat (3) KUHP," terang Nawawi.

Karena itu, LBH Pers, ICJR dan LBH Jakarta mendesak pihak Polda Metro Jaya untuk segera menghentikan perkara tersebut karena bukan sama sekali perbuatan pidana. "Perkara itu sangat tidak layak untuk dilanjutkan ke tahapan berikutnya," pungkas Nawawi. (mag)

BACA JUGA: