JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Panjaitan mengatakan Indonesia bisa stop impor garam karena adanya ketersediaan lahan yang sangat memadai untuk dijadikan tambak garam. "kita sudah menginventarisasi, kita punya tanah 22.000 hektar yang bisa ditanami, dibuat garam. Di NTT hampir lebih mungkin 15.000 hektar. Sisanya terpecah di Jawa, Madura, dan Jeneponto," kata Luhut ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (14/8).

Menurut dia, jika persoalan lahan sudah beres, maka yang perlu dilakukan selanjutnya yakni menerapkan teknologi yang sudah dikembangkan untuk memproduksi garam. Proses ekstensifikasi lahan diharapkan selesai tahun depan.

"Itu sudah ada dan sudah baru. Tadi Menteri Sofyan (Menteri Agraria dan Tata Ruang) juga sudah menjelaskan potensi daerahnya. Hanya kita sekarang membuat teknologi, harusnya panen 15 hari bisa dengan hanya 4 hari, karena sistem yang dibuat BPPT itu memang bagus," jelas Luhut.

Selain lahan baru yang difokuskan di NTT, sambung dia, pemerintah akan mengupayakan mekanisasi pada tambak-tambak garam yang sudah ada dan tersebar di Jawa dan Sulawesi.

"Kita mau paralel yang di Jeneponto mau dimodernkan, Madura juga mau dimodernkan. Jateng juga. Tapi Jateng akan banyak kesulitan karena air lautnya sudah tidak terlalu bersih. Sudah banyak kontaminasi. Kita memang lebih memilih di Indonesia Timur karena airnya bagus. Jadi airnya itu jauh dari laut, disedot ke dalam sehingga air tuanya itu betul-betul dari air laut yang bersih," terang Luhut.

Teknologi garam, menurutnya, sudah dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sehingga bisa menghasilkan garam kualitas tinggi. "Garam itu sudah sebagian dibuat (lokal), tapi tidak pakai teknologi yang bagus. Sehingga kualitas garamnya mungkin 80%. Harusnya kan 94-97%. Nah sekarang BPPT sudah siapkan itu, dan PT Garam dan tadi dari kami sudah bersepakat menyusun program selama seminggu ini, bagaimana rencana kerjanya," tutur Luhut.

"Jadi kita berharap Selasa depan mereka sudah datang dengan konsep berapa lama itu bisa mulai beroperasi atau mulai construction-nya dan kapan kira-kira kita bisa menghentikan impor. Kemudian berapa struktur cost dari produksi garam, dan petani tidak boleh dirugikan," pungkas Luhut.

PT Garam (Persero) sendiri telah menyatakan, akan memperluas lahan tambak untuk produksi garam di Nusa Tenggara Timur (NTT). Perusahaan pelat merah tersebut saat ini mengincar lahan garam terbengkalai seluas 3.700 hektar (ha) yang berada di Teluk Kupang.

Namun demikian, lahan yang diincar tersebut saat ini dikuasai perusahaan swasta dengan status Hak Guna Usaha (HGU). Sayangnya, lahan tersebut selama 25 tahun dibiarkan menganggur.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional, Sofyan Djalil, menegaskan akan melayangkan peringatan ke pihak perusahaan swasta pemegang HGU tersebut. Selain itu, pemerintah mendorong penyelesaian lahan tersebut secara bisnis antara PT Garam dengan pihak swasta.

"Kita ingin mereka selesaikan secara b to b, karena ada HGU milik perusahaan tapi sudah lama terlantar nggak digunakan apa-apa. Kita berikan peringatan, kalau You enggak gunakan dalam 90 hari akan dibatalkan (HGU). Tapi dalam 90 hari itu kita dorong mereka supaya bekerja sama dengan pihak lainnya supaya ladang tanah bermanfaat," tegasnya di Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (14/8). "PT Panggung yang punya HGU. Besok lah bisa dikeluarkan (peringatan)," lanjut Sofyan.

Dia merinci, sudah ada 225 hektare yang sudah dimanfaatkan oleh PT Garam. Sementara lahan berstatus HGU dikelola PT Panggung, yang hingga kni masih menganggur seluas 3.700 hektare.

"Yang sudah kita berikan untuk PT Garam 225 hektare. Itu sudah boleh langsung mereka pakai karena HGU sudah dibatalkan. Yang 3.700 hektare, belum dibatalkan. Tetapi kita akan berikan peringatan, mereka punya 90 hari untuk mencari solusi secara b to b," ungkap Sofyan.

Sofyan menambahkan, PT Panggung yang selama ini memegang HGU, sambung dia, bisa menjalin kerjasama dengan PT Garam untuk memanfaatkan tanah tersebut sebagai pusat produksi garam industri.

"Terutama dengan PT Garam, karena PT Garam sudah punya ladang dan punya pengalaman. Biarkan mereka kerja sama. Bagi pemerintah enggak penting siapa yang mengelola, tapi yang penting bagaimana tanah itu bermanfaat dan kita memproduksi garam," pungkas Sofyan. (dtc/mag)

BACA JUGA: