JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai pemerintah tak serius membangun industri perikanan. Hal itu terlihat dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 yang tidak terlihat menapaki jalan menuju Industrialisasi Perikanan Indonesia.

Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwijaya mengatakan, Peta Jalan Industrialisasi Perikanan telah dijelaskan lebih lanjut dalam Perpres No. 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional sebagai tindak lanjut dari Inpres No.7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Marthin menambahkan, beberapa program strategis untuk membangun industri perikanan seperti revitalisasi galangan kapal nasional, dan upaya Pemberdayaan koperasi nelayan tidak diusulkan pemerintah dalam RKP 2018.

Menurut Marthin dari berbagai program nasional yang diusulkan, titik berat dari arah kebijakan kelautan dan perikanan nasional masih tidak jauh berubah dari kebijakan sebelumnya yaitu untuk mendorong tingkat produksi. "Hal ini terlihat dari program prioritas mengenai peningkatan produksi pangan yang mendorong produksi ikan 17,3 juta ton," ujarnya dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Senin (17/7).

Produksi ikan yang dipatok mencapai 17,3 ton, lanjut Marthin, tidak realistis mengingat berbagai permasalahan pada pengelolaan perikanan yang belum diselesaikan. Beberapa masalah yang muncul hingga kini yaitu terkait masalah alih alat tangkap, pengelolaan sumber daya perikanan yang dinilai telah overfishing, pemberdayaan nelayan seperti pengelolaan usaha perikanan berbasis koperasi dan akses terhadap permodalan, serta restorasi sumber daya pesisir dan laut yang penting sebagai pendekatan ketersatuan ekosistem belum juga menjadi perhatian utama pemerintah.

Wasekjen KNTI Niko Amrullah menjelaskan lebih lanjut, terdapat empat catatatan penting dari RKP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2018. Pertama, perbaiki tata kelola implementasi kegiatan pengadaan kapal terutama kapal dibawah 30 GT yang memakan anggaran hingga Rp. 182,68 Milyar. Karena, kegiatan sejenis untuk tahun 2017 saja belum terselesaikan secara tuntas.

"Kedua, perbaikan tata kelola asuransi nelayan , terkhusus pada mekanisme pencairan asuransi oleh nelayan yang masih rumit dan diperlukan pendampingan intensif kepada nelayan," kata dia.

Ketiga, lanjut Niko, kegiatan untuk lembaga pengelolaan perikanan di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) harus jelas orientasinya yakni untuk mempercepat implementasi Perpres Nomor 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Lebih bagus, dibuat pilot project di 3 lokasi unggulan, agar dapat terpantau secara optimal dan menjadi cerita sukses untuk wilayah lainnya. Daripada hanya sekadar festivalisasi launching kegiatan atau sejenisnya.

"Terakhir, diperlukan sinergi lokus kegiatan antar direktorat teknis, agar tercipta intervensi hulu-hilir secara terintegrasi," pungkas Niko. (mag)

BACA JUGA: