Sembilan Hakim konstitusi secara bulat memilih kembali Arief Hidayat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Alhasil, tidak perlu diadakan voting.

"Musyawarah mufakat memberikan kepada saya menjadi kepemimpinan untuk meneruskan kepemimpinan pada masa yang akan datang," kata Arief dalam jumpa pers di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (14/7).

Arief menjadi hakim konstitusi sejak 1 April 2013. Ia terpilih menjadi Ketua MK sejak 14 Januari 2015 hingga hari ini. Dengan terpilihnya secara aklamasi, maka Arief memimpin MK hingga 2020.

Ia sempat melontarkan candaan kalau dirinya terpilih gara-gara peci yang dipakainya. Dari delapan hakim konstitusi lain, hanya Arief yang memakai peci.

"Mungkin karena pakai peci sendiri, terpilih kembali," guyon Arief yang diikuti gelak tawa hakim dan pegawai MK lainnya.

"Tetapi memang (kebiasaan) saya sebelum Jumat sudah pakai peci," ujar Arief.

Hakim konstitusi I Dewa Palguna juga sempat melempar guyonan soal jalannya Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pemilihan Ketua MK. Namun, materi proses pemilihan tak bisa dibeberkan ke publik.

"Secara gurau kami, kami mencoba adu domba tetapi pada akhirnya lewat pilihan musyawarah," ujar Palguna.

Palguna mengatakan kalau di dalam rapat, sembilan hakim konstitusi menyampaikan saran dan kritiknya. Hingga akhirnya para hakim sepakat memilih kembali Ketua MK, Arief Hidayat.

"Bukan prestasi, tetapi goal apa yang dicapai. Untuk hasil evaluasinya (RPH) itu materi rahasia," ucap Palguna.

Sejatinya Arif akan purna tugas pada Mei 2018. Padahal, ia baru saja mengucapkan sumpah menjadi Ketua MK periode 2017-2020.

"Yang berhak memilih hakimnya, Kalau saya habis di akhir Maret, maka DPR, karena saya berasal dari DPR, DPR merekrut lagi, setelah hasil rekrut dilaporkan ke presiden, dibuat SK, dilantik. mengucapkan sumpah di depan presiden. Maka kemudian kita sembilan lengkap lagi bersidang lagi untuk memilih ketua baru. Gitu mekanismenya," kata Arif.

"Saya masih lima tahun yang pertama. Jadi kemungkinan kalau DPR masih memberikan amanah kepada saya, saya boleh lagi menjadi hakim. Terserah kepada lembaga pengusul. Saya berasal dari DPR," kata Arief kepada wartawan.

Ditanya soal kesediaannya, Arif mengaku masih menimang dua hal. Yakni, situasi kondisi nasional tahun mendatang dan masalah kesehatan. Selain itu, beban berat bekerja di MK berpengaruh pada kebugaran fisiknya yang sudah memasuki usia 62 tahun. Izin dari pihak keluarga pun harus dibutuhkan.

"Iya saya masih pikir-pikir. Saya masih satu kali, jadi masih bisa. Tergantung kepada kesehatan saya," kata Arif.  (dtc/mfb)

BACA JUGA: