JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang antara Yayasan Flora dan Satwa melawan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Pada Kamis, (15/9) sidang mengagendakan pembuktian. Pihak Yayasan Flora dan Satwa selaku penggugat berupaya membuktikan mekanisme pemberian izin pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) menyalahi prosedur.

Kuasa hukum penggugat Yuyun Pramesti mengatakan, langkah Menteri LHK memberikan izin ke Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) menyalahi ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P 31 tahun 2012. Sesuai dengan peraturan menteri tersebut, seharusnya ada peringatan terlebih dahulu yang diberikan KLHK kepada Yayasan Flora dan Satwa terkait pengelolaan KBS jika terdapat kesalahan dalam pengelolaan satwa.

Namun ketentuan dalam peraturan Menteri itu tak pernah dilakukan KLHK. Menurut Yuyun, pihak Yayasan Flora dan Satwa tak menerima peringatan tersebut. "Kita membuktikan bahwa kita adalah pihak yang membangun kebun binatang. Tahu-tahu izin pengelolaan kita dicabut tanpa prosedur yang benar," jelas Yuyun kepada gresnews.com, di PTUN Jakarta Jalan Sentra Primer Baru Timur, Kamis (15/9).

Dia menambahkan, jika pihak Yayasan dinilai melakukan kesalahan dalam pengelolaan, maka mestinya pihak yayasan ditegur secara bertahap. Harusnya, kata dia, ada teguran pertama, kedua dan ketiga. Setelah ada teguran kalau tidak digubris lalu ada sanksi administratif, sanksi denda dan terakhir berupa pencabutan izin.

"Terhadap kita sanksi demikian itu tidak berlaku pada Yayasan Flora dan Satwa, tahu tahu dicabut saja (izinnya)," keluh Yuyun.

Ada pun bunyi Pasal 54 Peraturan Menteri Kehutanan P 31 tahun 2012 adalah: Pemegang izin lembaga konservasi untuk kepentingan umum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 Ayat (2) dapat
dikenakan sanksi administratif berupa :

a. penghentian sementara pelayanan administrasi;
b. denda; dan
c. pencabutan izin.

Mengaku tak mendapat perlakuan yang tidak prosedur itu, Yuyun menuding alasan pemberian izin kepada PD Taman Satwa lantaran terjadinya konflik internal dan kematian satwa di KBS tak beralasan. Pasalnya, konflik itu telah selesai dan kematian satwa hal yang lumrah terjadi karena faktor usia dan penyakit.

Akan tetapi, kata dia, kematian satwa itu dipolitisasi. Justru dia menuding banyak satwa mati karena pihak yayasan disuruh keluar dari pengelola Kebun Binatang Surabaya.

Seperti diketahui, Yayasan Taman Flora dan Satwa mengajukan gugatan atas terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutan RI 677/Menhut-II/2014 tentang pemberian izin sebagai lembaga konservasi dalam bentuk kebun binatang kepada PD Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya Provinsi Jawa Timur.

Pemberian izin itu, imbuh Yuyun, tanpa sepengetahuan pihak Yayasan Flora dan Satwa. Padahal sudah ada kesepakatan antara pihak LHK dengan penggugat, ketika konflik internal telah selesai akan diberikan kembali kepada pihak Yayasan. Tetapi ketika konfliknya selesai, izin konservasi tersebut malah telah diberikan kepada PD Taman Satwa.

Menurut Yuyun, izin konservasi telah dikantongi pihak penggugat dengan jangka waktu 32 tahun. Izin itu dikeluarkan KLHK pada tahun 2002. Berdasarkan izin tersebut, maka Yayasan masih memiliki batas waktu mengelola sampai tahun 2034.

KLHK OPTIMIS MENANG - Menanggapi gugatan ini, pihak KLHK sendiri yakin keputusan mereka untuk memutus izin pihak Yayasan Flora dan Satwa serta menerbitkan izin baru kepada PD Taman Satwa untuk mengelola KBS sudah benar dan sesuai prosedur. Kuasa hukuk pihak KLHK Afrodian mengatakan, pihak KLHK telah mengajukan bukti-bukti untuk memperkuat dalil hukum tindakan itu.

Alat bukti itu, kata Afrodian akan membuktikan kalau langkah KLHK memberikan izin pengelolaan KBS kepada PD Taman Satwa sudah sesuai dengan prosedur. Pemberian izin konservasi kepada PD Taman Satwa menurutnya bukan tanpa alasan.

Afrodian mengatakan, proses perizinan yang ditempuh oleh PD Taman Satwa juga mengacu syarat sesuai perundang-undangan. Saat ditanya bukti apa saja yang diajukan kepada majelis hakim, Afro menyatakan ada tiga alat bukti yang akan memperkuat argumen hukumnya.

"Pertama surat rekomendasi dari BKSDA sebagai syarat memproses izin. Kedua, laporan triwulan PD Taman Satwa. Terakhir ada laporan selama Kebun Binatang selama dikelola PD Taman Satwa," kata Afrodian kepada gresnews.com, di PTUN Jakarta.

Tekait dengan surat BKSDA merupakan syarat pengajuan izin ke KLHK, surat itu menyatakan bahwa PD Taman Satwa memenuhi syarat sebagai pengelola Kebun Binatang Surabaya. "Dengan alat bukti itu kita ingin menyatakan bahwa proses perizinan yang dikeluarkan KLHK sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Afrodiansyah.

Dia juga menambahkan, sejak KBS dikelola oleh PD Taman Satwa memperlihatkan pengelolaan memang diberikan kepada lembaga atau perusahaan yang tepat. Afro menyebut sejak dikelola PDTS kematian satwa mulai berkurang. Ini berbeda dari ketika pengelolaan KBS masih berada di tangan Yayasan Flora dan Satwa.

"Dulu kan banyak yang mati pas waktu ribut. Hasil itu kita ketahui dalam bentuk laporan yang juga dijadikan alat bukti," tuturnya.

Dengan alat bukti yang diajukan itu, Afro mengaku optimis bisa memenangkan perkara di PTUN Jakarta antara KLHK dengan Yayasan Flora dan Satwa. Dia meyakini, KLHK sedang memperjuangkan kepentingan publik dalam kasus pengambilalihan pengelolaan KBS ini. "Kita optimis menang karena yang kita lakukan bukan kepentingan pribadi," tutup Afro.

BACA JUGA: