JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melelang salah satu barang sitaan milik Bupati Subang Ojang Sohandi. Langkah ini dianggap cukup berani karena kasus Ojang sendiri belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

KPK beralasan bahwa mereka telah berkoordinasi dengan Ojang terkait langkah tersebut. Dan lembaga antirasuah ini mengklaim bahwa politisi PDI Perjuangan itu menyetujui penjualan sapi miliknya meskipun saat ini ia masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat.

Namun hal berbeda dikatakan salah satu pengacara Ojang, Rohman Hidayat. Ia mempertanyakan keputusan KPK melelang sapi milik kliennya sebelum adanya putusan hukum tetap oleh majelis hakim dan mengaku bingung dengan pernyataan bahwa KPK telah berkoordinasi dengan kliennya.

"Ini yang mau kami pertanyakan terkait pelelangan sebelum putusan inkracht. Saya kurang paham dengn kata koordinasi yang dimaksud. Coba tanyakan ke KPK," kata Rohman kepada gresnews.com, Senin (12/9).

Rohman mengatakan akan mempertanyakan hal ini kepada KPK dan majelis hakim pada saat proses persidangan nanti. Proses hukum terhadap Ojang saat ini sudah masuk persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi.

"Tapi tetap akan kami pertanyakan di persidangan dan akan meminta kepada majelis untuk memeriksa hal terkait," terang Rohman.

DIPAKSA - Rohman mengklaim sebenarnya Ojang enggan menjual sapi-sapi miliknya. Apalagi kasusnya sendiri belum berkekuatan hukum tetap dan belum ada keputusan dari majelis hakim jika kepemilikan sapi itu berasal dari hasil tindak pidana korupsi.

"Pak Ojang dipaksa tanda tangan kuasa jual, itu saja. Sebenarnya Pak Ojang keberatan tapi mau apalagi? Daripada semakin ditekan dan disimpulkan tidak kooperatif," tutur Rohman.

Oleh karena itu kliennya tidak mempunyai pilihan selain menandatangani kuasa jual atas sapi-sapinya tersebut. "Bahkan tidak disisakan satu pun buat qurban," imbuh Rohman.

Rohman berpendapat, seharusnya KPK menghormati proses hukum yang berlangsung di persidangan dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah kepada kliennya. Karena belum tentu seluruh harta yang dimiliki Ojang berasal dari hasil korupsi.

Rohman sendiri mengaku tidak tahu mengapa KPK mengambil langkah tersebut. Sebab ketika itu kliennya dipanggil seorang diri untuk diminta menandatangani surat kuasa jual tanpa didampingi oleh tim kuasa hukum.

"Waktu diminta tanda tangan saya tidak diundang KPK, saya tahu ketika Pak Ojang dipanggil. Nah itu dia, ini pertama kalinya setahu saya, barang sitaan dijual sebelum inkracht. Tidak didampingi pengacara," pungkasnya.

Dari pengakuan Ojang, kata Rohman, sapi-sapi itu sendiri bukan milik pribadi tetapi telah bercampur dengan milik istrinya. Menurut Rohman, jauh sebelum keduanya menikah, istri Ojang, Dewi Nirmalasari, diketahui merupakan salah satu orang berada.

"Itu ada lah campuran dari uang Pak Ojang dan istrinya. Sementara istrinya juga sebelum menikah dengan Pak Ojang sudah punya usaha restoran dan hotel, terus mertua Pak Ojang juga kaya. Jadi ini terlalu subjektif," terang Rohman.

Rohman menjelaskan sedikit mengenai asal-usul mengapa KPK menyita sapi milik kliennya. "Hanya karena ada transferan uang dari Pak Ojang ke orang yang ngurus sapi, kemudian semuanya disimpulkan seolah-olah milik Pak Ojang murni, padahal tidak demikian. Tapi tetap KPK subjektif terkait hal tersebut," ujar Rohman.

HASIL PENJUALAN - Sebelumnya Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan pihaknya telah melakukan proses lelang terhadap 30 ekor sapi milik Bupati Subang Ojang Sohandi. Proses lelang dilakukan secara online pada 6 September 2016 lalu.

Langkah tersebut dilakukan setelah KPK melakukan penjelasan teknis mengenai penjualan sapi. Yuyuk mengakui ini adalah pertama kali KPK melelang hasil sitaan yang belum mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

"Sebelumnya 2 September sudah dilakukan penjelasan teknik terkait penjualan lelang 30 ekor sapi ini, total Rp926 juta dari limit Rp923 juta. Jadi ini lelang pertama kali dilakukan sebelum inkracht," tutur Yuyuk

Yuyuk memang tidak menjelaskan secara rinci alasan mengenai penjualan ini. Namun pihaknya mengklaim mempunyai dasar kuat yang tertera di Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai barang sitaan.

Pasal 45 KUHAP yang dimaksud Yuyuk berbunyi :
(1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:
a.apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya
b.apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual yang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
(2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.
(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dan benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Selain itu, Yuyuk mengklaim penjualan ini telah mendapat persetujuan dari Ojang. "Dan lelang sudah mendapat persetujuan tersangka untuk penjualan sapi," kata Yuyuk.

Para pembeli, ujar Yuyuk, telah mengirimkan pembayaran melalui sistem transfer ke rekening penampungan KPK. Selanjutnya uang tersebut akan dijadikan barang bukti dalam proses persidangan dan jika terkait perkara dalam putusan nanti tentunya akan disita negara, jika tidak akan dikembalikan lagi kepada Ojang.

Ojang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap terkait penanganan perkara korupsi kepada dua jaksa Kejati Jabar, Devianti Rochaeni dan Fahri Nurmallo. Ojang diduga menjadi penyandang dana suap sebesar Rp528 juta.

Ketiganya kemudian dijadikan tersangka kasus ini bersama dua orang lainnya, yakni mantan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Jajang Abdul Holik dan istrinya, Lenih Marliani.‎ Uang pelicin diduga diberikan agar dia tidak turut terseret dalam kasus korupsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Subang yang telah menjerat Jajang.

Selain itu, politikus PDIP tersebut juga dijadikan tersangka dugaan gratifikasi. Sebab, pada saat Ojang ditangkap pada 11 April lalu, KPK menemukan uang sebesar Rp385 juta. Uang yang diduga sebagai gratifikasi itu kemudian disita KPK. Kini, KPK juga menduga Ojang telah memberikan gratifikasi kepada sejumlah aparat penegak hukum.

Kemudian, KPK turut menyita sejumlah aset Ojang, antara lain mobil Toyota Camry, dua mobil Jeep Wrangler Rubicon, dua mobil Toyota Vellfire, satu mobil Mazda CX-5, satu motor trail, satu motor Harley Davidson serta satu Yamaha ATV.

Dalam pengembangannya, KPK juga menetapkan Ojang sebagai tersangka pencuci uang. Surat perintah penyidikan pada perkara pencucian uang ini dikeluarkan pada 25 Mei lalu.

BACA JUGA: