JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang lanjutan praperadilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan melawan Polri masuk tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi fakta dan ahli. Ada enam saksi yang dihadirkan Novel untuk menguatkan dalil permohonannya.

Mereka adalah Abraham Samad (Pimpinan KPK non aktif), Taufik Baswedan (keluarga), Wisnu (Ketua RT). Sementara saksi ahli hadir Romo Magnis Suseno (pengajar etika hukum), Fahrizal (dosen hukum pidana), Rafendy Djamin (pakar HAM).

Menurut kuasa hukum Novel, Bahrain proses penangkapan Novel tak mengindahkan hak asasi manusia. Bahkan Novel disamakan dengan teroris. Itu bisa dilihat dari surat penangkapan yang berlaku seperti penangkapan teroris 7X24 jam.

"Polri itu sudah samakan Novel dengan teroris kalau surat perintah penangkapan dianggap tidak ada kadaluarsa," kata Bahrain di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6).

Maka saksi yang dihadirkan akan menguatkan jika prosedur penangkapan penyidik banyak melanggar perundang-undangan. Terutama penangkapan yang dilakukan dini hari.

Menanggapi sejumlah saksi yang dihadirkan pemohon, Polri tak khawatir. Bahkan salah satu kuasa hukum Polri Joel Baner Toendan menganggap justru saksi-saksi yang dihadirkan banyak yang tidak relevan. "Nggak perlu banyak saksi, 2-3 orang cukup asal substansial," kata Joel.

Bahkan Joel menyindir kuasa hukum Novel yang mengajukan 77 bukti dokumen, namun dokumen itu hanya printout dari internet, berita koran dan berita penyidikan Djoko Susilo.

"Kalau mengajukan banyak saksi tapi tidak menyangkut substansi untuk apa? Praperadilan ini kan terkait penangkapan dan penahanan," tambah Joel.

Novel mengajukan permohonan praperadila atas penangkapan dan penahannya pada Sabtu (1/5) dini hari lalu. Proses penangkapan tersebut dinilai tidak sesuai prosedur. Salah satunya adalah Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) No 14 tahun 2012 tentang manajemen tindak pidana dan Perkap No 08 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Selain itu penangkapan dan penahanan yang dilakukan  terhadap Novel juga tidak didasarkan pada alasan yang sah dengan fakta-fakta dalam kasus yang disangkakan kepada Novel. Yakni atas laporan polisi dengan korban Mulya Johan alias Aan dengan sangkaan Pasal 351 ayat (1) dan (3).  

Namun yang dijadikan dasar  justru surat perintah penyidikan lain yang memuat pasal berbeda yaitu pasal 351 ayat (2) dan Pasal 442 jo Pasal 52 KUHP. Pengusutan kasus Novel berdasarkan surat laporan dari tersangka Irwansyah Siregar karena masih ada proyektil peluru di kakinya.

Hal lain yang juga dipersoalkan adalah surat perintah penangkapan yang telah kadaluarsa. Perintah penangkapan pada 24 April 2015, sementara dalam diktum ke-4 bahwa surat ini berlaku sejak dikeluarkan. Namun surat penangkapan tersebut melangar ketentuan Pasak 19 KUHAP ayat (1) bahwa penangkapan sesuai Pasal 17 KUHAP dapat dilakukan paling lama satu hari. "Dengan ketentuan ini, surat perintah penangkapan Novel kadaluarsa," kata kuasa hukum Novel Julius Ibrani.

BACA JUGA: